Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pengetahuan dalam Narasi Pandemi

20 April 2020   06:28 Diperbarui: 20 April 2020   06:29 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berkeliling kampung. Hadi terpaksa mengelilingi seluruh kampung bertelanjang bulat, sembari merapal mantra. Tidak kuasa menolak. Berminggu lamanya, kampung itu terserang wabah. Semua kembali pada kebiasaan nenek moyang. 

Hadi yang ditunjuk, untuk melaksanakan ritual upacara adat mengusir wabah, hasil rembuk para tetua kampung. Dengan begitu, Hadi harus menahan malu, bila sampai dirinya dalam telanjang terlihat Iyah, cinta pertamanya di ujung kampung. 

Potongan kisah itu, tertuang dalam kumpulan cerpen Sapardi Djoko Damono, Malam Wabah, 2013. Situasi wabah, membuat manusia berupaya dengan segala akalnya, untuk membalik keadaan, guna mengalahkan wabah. Mencari jawaban bahkan dari pengalaman masa lalu.

Jika hal itu dikaitkan dengan uraian Charles Piddock, dalam Selidik National Geographic: Wabah, 2012, maka prinsip karantina adalah format paling dasar, dari mekanisme mengatasi wabah sejak dahulu. 

Tindakan karantina ditujukan untuk mencegah persebaran. Di era modern, ilmu pengetahuan memberi dukungan untuk menghadapi pandemi.

Sains adalah alat bantu, mengatasi musuh yang tidak terlihat. Pengalaman menghadapi wabah di masa lampau, memang terjadi dalam keterbatasan sarana. Kini kita bertumpu, pada aspek medik dan teknologi.

Kuasa Pengetahuan

Ternyata tidak semudah itu. Pengetahuan didominasi oleh para penentu kuasa di dunia. Situasi yang tidak berimbang dari kemampuan antar negara, membuat posisi setiap negara berbeda menyikapi wabah.

Dalam buku Siti Fadilah Supari, Saatnya Dunia Berubah, Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung, 2008, dipersoalkan mengenai keterbukaan informasi global, yang seharusnya terjadi secara seimbang. 

Pada realitanya memang tidak demikian. Kekuatan organisasi kesehatan dunia, yang dikoordinasikan oleh WHO, menjadi kepanjangan tangan dari kepentingan pihak-pihak yang mendominasi. 

Pada buku tersebut, ketimpangan muncul bersamaan  dengan pengiriman data dan informasi atas kasus flu burung, dari negara-negara terdampak. Tidak adanya transparansi, atas hasil kelanjutan penelitian menimbulkan kecurigaan. Korporasi bisnis bermain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun