Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Hasil Buka-Bukaan Penanganan Corona

20 Maret 2020   11:44 Diperbarui: 20 Maret 2020   12:10 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Butuh kejujuran. Dalam situasi yang serba sulit, bahkan saat kekalutan menghampiri, keterbukaan adalah hal terpenting. Meski begitu, informasi yang disampaikan haruslah menyeluruh.

Podcast Deddy Corbuzier, bersama dengan Juru Bicara Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto, justru menambah masalah baru. Judul postingan di kanal Youtube itu menarik, "Saya Emosi, Ternyata Benar RS Menolak Pasien Corona".

Tidak hendak menambah polemik, kajian ini tentang tugas dan tanggung jawab para pihak saat melakukan komunikasi publik. Terlebih dalam situasi yang tidak normal, pada kondisi yang dinyatakan oleh WHO sebagai Pandemi.

Sekurangnya, episode podcast tersebut telah ditonton 4.8 juta kali, dengan 154 ribu likes. Channel youtube dengan 7.7 juta subscriber itu mampu menarik perhatian publik, terlebih tema yang dibahas tengah menjadi hot issue saat ini.

Perlu ada penyeimbang informasi, minimal memberikan perspektif yang berbeda, untuk melihat persoalan ini. Sebelum nantinya kita mengkaji aspek komunikasi publik, pada situasi kekacauan dalam kondisi krisis. 

Menempatkan Posisi

Perlu dipahami, ketika status kondisi wabah telah berubah menjadi sebuah pandemi, maka terdapat konsekuensi yang terkait pada status tersebut.

Pertama: persoalan ini telah menjadi masalah pada level yang sangat luas, berkategori global, menimpa banyak negara. Kedua: wabah ini terbilang baru, belum ada obat penangkalnya. Ketiga: aspek penularannya terbilang cepat, meski kabar baiknya tingkat kematian -fatality rate rendah.

Berkaitan dengan hal terakhir di atas, meski tingkat kematian kecil, bila faktor tersebut dikalikan dengan jumlah populasi positif yang terkena paparan wabah, tentu saja total angkanya mengkhawatirkan.

Situasi tersebut, tidak pelak menciptakan kepanikan. Membuat psikologis publik berada dalam kecemasan. Ketakutan akan kematian, menjelaskan mengapa publik mencoba melakukan antisipasi, lalu timbul perilaku memborong bahan pokok.

Tampak irrasional, tetapi hal tersebut seolah menjadi bentuk rasionalitas baru dalam situasi penuh kekacauan. Sulit dicegah, tetapi dapat dipahami. Ketidakpastian akan kondisi yang terjadi masa depan, mengalahkan kemampuan berpikir rasional.

Tentu saja disebabkan karena pengetahuan kita, masih terbatas dan gelap akan wabah baru bernama Covid-19. 

Hal ini menjelaskan beberapa hal; Pertama: informasi yang beredar semakin menambah keresahan publik, tingkat stres sosial kita semakin tinggi. 

Kedua: pemerintah juga tampak gagap, minimnya antisipasi terjadi, berbagai protokol dan stimulus baru dibuat pasca konfirmasi keberadaan pasien Corona. 

Ketiga: pada fasilitas kesehatan situasinya tidak mudah, karena wabah jenis baru ini belum bisa dipastikan terapinya, sementara itu terjadi kekurangan alat perlindungan diri -APD tenaga medis sebagai aspek keamanan -safety.

Reorientasi Opini Publik

Secara keseluruhan konstruksi hasil bincang podcast buka-bukaan penanganan Covid-19 itu semakin menambah kisruh. Berbagai pernyataan tumpang tindih. Justru memperlihatkan kapasitas penanganan kita memang sangat lemah.

Ikatan Dokter Indonesia sudah menyuarakan kebutuhan sarana perlindungan bagi tenaga medis. Perlu diketahui, keberadaan APD kosong dan langka dipasaran. Kalaupun ada, harganya selangit. Bagi institusi kesehatan yang tidak memiliki anggaran lebih, konsekuensinya ditangani seadanya.

Seharusnya, momentum podcast ke publik dipergunakan untuk melakukan upaya edukasi publik. Memperkuat sosialisasi social distance. Menjaga pola hidup sehat. Melakukan upaya menenangkan kepanikan publik, yang secara keseluruhan mendorong munculnya berbagai aspek positif.

Dalam situasi krisis, menceritakan kondisi yang belum tentu terverifikasi sesuai fakta, justru menambah dalam terjadinya ketidakpercayaan, memperparah kondisi krisis. Prinsipnya, jangan sampai jatuh tertimpa tangga. Membangun kepercayaan adalah hal yang perlu dikuatkan.

Pada praktik lapangan, tertuang di media massa, tidak hanya rumah sakit yang berstatus biasa, bahkan pusat rujukan sekalipun kewalahan. Sejatinya, penanganan pasien khusus wabah memang tidak bisa dilakukan di rumah sakit biasa, harus menuju pusat rujukan.

Perlu diterangkan, posisi dari status rujukan adalah institusi yang memiliki kemampuan, kelengkapan sarana dan prasarana guna memberikan pelayanan spesifik. Level rujukan lebih tinggi dari status institusi lain, karena peralatan dan sumber daya manusia.

Justru bila semua institusi pelayanan memaksakan diri melakukan pelayanan tersebut, potensi penularan bagi entitas rumah sakit dan publik menjadi semakin mudah terjadi. Hal ini perlu dicegah melalui proses akses rujuk pasien ke pusat fasilitas rujukan. Jadi pernyataan yang viral tentang penolakan terbantahkan.

Hal terpenting lain, adalah edukasi penentuan derajat pasien. Ketika semua orang merasa perlu memeriksakan diri, sementara terdapat keterbatasan perangkat terkait unit test, maka disarankan dalam indikasi dasar, dengan kategori minimal, yakni tanpa riwayat dari luar negeri, tanpa demam, tanpa pernah kontak dengan pasien positif Corona, sebaiknya melakukan isolasi mandiri di rumah.

Butuh Berbenah

Pada podcast itu, Jubir Covid-19 sudah mengakui bila situasi kali ini tidaklah mudah. Fungsinya saat ini adalah mengatur informasi. Dengan begitu, sudah seharusnya, pada periode kritikal, guna mengatasi masalah bersama, kita perlu membangun kekuatan bersama dan mencari solusi bersama. Bukan sebaliknya.

Berkaca dari kejadian ini, sudah sepantasnya dilakukan perbaikan pola komunikasi publik. Meyakinkan bahwa ada penanganan yang serius, tidak hanya mencari celah kekurangan. Justru membangun kemauan semua pihak, termasuk publik untuk peduli dan berkontribusi.

Tenaga medis dan institusi pelayanan kesehatan saat ini adalah garda terdepan. Ibarat situasi perang di sebuah medan perang, tanpa senjata yang mumpuni, mustahil peperangan akan dimenangkan. Kecuali Rambo.

Sehingga terdapat risiko, bila tenaga medis tidak dibekali sarana perlindungan yang cukup dalam melayani. Jangan dengan mudah bilang bahwa itu risiko profesi, toh secara terbalik kematian juga adalah risiko kehidupan. Persiapan antisipasi harus dioptimalkan.

Podcast itu memperlihatkan kejujuran dengan terang benderang bahwa memang kita butuh berbenah. Masih ada waktu, untuk melakukan perbaikan. Kunci utamanya adalah mendorong hal-hal positif bagi terbentuknya kohesi sosial serta kepercayaan publik -public trust, atas langkah-langkah yang tengah dipersiapkan serta telah dilakukan.

Jangan sampai, situasi yang sudah sulit, semakin tambah diperkeruh dengan pola komunikasi yang keliru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun