Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Paradigma Kesehatan Sosial sebagai Modal Bangsa

2 Oktober 2019   04:53 Diperbarui: 2 Oktober 2019   09:04 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemeriksaan kesehatan gratis untuk para pekerja pasar di Pasar Beringharjo pada Rabu (24/7/2019). | Sumber: Kompas/Ferganata Indra Riatmoko

Slogan "Rakjat Sehat, Negara Kuat" adalah simbolisasi program fisik dekolonialisasi pasca kemerdekaan. Tidak mudah menerjemahkan konsep tersebut sebagai program riil saat itu, terlebih ditengah kabut awan setelah negeri ini memproklamirkan dirinya.

Format kesehatan sosial digagas sebagai bentuk program aksi, terutama dalam melihat gugus relasi pada aspek sosial dan ekonomi. Bahwa untuk menjadi masyarakat yang sehat, dibutuhkan peran aktif dalam perbaikan lingkungan, serta peningkatan kualitas asupan makanan.

Sekurangnya, lintasan sejarah mengenai bagaimana sektor kesehatan mendapatkan perhatian penting di fase awal kemerdekaan, termuat dalam buku Vivek Neelakantan, Memelihara Jiwa Raga Bangsa, setebal 304 halaman. 

Pada bagian permulaan perjalanan kebangsaan, Indonesia sebagai negara yang baru lahir, diperhadapkan dengan berbagai persoalan. Kemerdekaan menjadi sarana agar "bebas dari" kolonialisme, guna mencapai situasi "bebas untuk" sampai pada tataran cita-cita kesejahteraan. Jelas tidak semudah membalik tangan.

Kemerdekaan yang bagaikan "bayi" kala itu, kemudian menghadapi tantangan untuk mengatasi problem politik domestik, masalah ekonomi, hingga berbagai upaya bagi ancaman langsung kemerdekaan. Belum lagi merujuk pada situasi geopolitik pasca perang dunia kedua.

Terbayang periode-periode berat tersebut, menjadi momentum yang membuktikan kelahiran gagasan besar para pendiri bangsa. 

Pola pendidikan kedokteran, pembangunan puskesmas, partisipasi peran swasta dan termasuk ide tentang nutrisi yang termuat dalam "empat sehat lima sempurna" mengakomodir situasi yang berkembang saat itu, dan relatif bertahan hingga kini.

Sehat itu Koentji
Dalam situasi darurat, ketika perang lokal berkecambuk, agresi juga terjadi, maka upaya mempertahankan kemerdekaan adalah hal yang menjadi prioritas. Tapi tidak bisa dipungkiri, tanpa kualitas manusia yang baik, maka ketahanan kebangsaan kita akan berada dalam kondisi terancam, bahkan membahayakan.

Pemetaan atas penyakit umum yang terjadi saat itu, menempatkan berbagai penyakit endemik, dengan empat besarnya adalah: Malaria, TBC, Frambusia -sejenis penyakit kulit dan sendi, serta Lepra. Konsep penanganan berbagai penyakit utama tersebut, kemudian dibentuk dalam model pencegahan penularan

Dengan begitu konsep kesehatan sosial, yang mengedepankan pengelolaan sanitasi serta perbaikan lingkungan secara lebih higienis diharapkan dapat mencegah persebaran penyakit. 

Ditambah dengan pendekatan holistik, untuk melakukan perbaikan nutrisi sebagai upaya meningkatkan kapasitas dari kemampuan kekebalan tubuh menghadapi penyakit.

Adopsi model pengobatan lokal dilakukan bersamaan dengan pengembangan pendidikan medik kedokteran warisan Belanda. 

Keberadaan jamu dan dukun bayi diserap dengan pengawasan dan pemberian pelatihan. Bahkan dibentuk gugus tugas juru patek sebagai asisten mantri kesehatan menjadi pelapis tenaga kesehatan yang masih sangat terbatas.

Derajat kesehatan nasional, tidak hanya dipahami sebagai kasus hidup atau mati, namun juga berkaitan dengan kemampuan mempertahankan kemerdekaan itu sendiri. Prinsip berdikari dan berdaulat dengan jelas dipahami sebagai keharusan untuk melakukan perbaikan kualitas kehidupan sosial, termasuk kesehatan.

Kesehatan dan Aspek Ideologis
Setelah merdeka, Indonesia memang berada dalam perang dominasi kekuatan dunia. Pasca perang dunia kedua, blok Barat yakni Amerika dan sekutunya, dengan basis kapitalisme melakukan upaya untuk menghadang perluasan blok Timur Soviet beserta sekondannya berideologi komunisme.

Berbagai bantuan teknis dan pembiayaan, datang dari berbagai lembaga dunia yang menjadi supporter kepentingan Barat, namun idealisme tentang kemandirian menghadirkan sikap selektif, penuh kecurigaan melihat uluran tangan penuh kepentingan tersebut.

Walhasil, beberapa indikator kesehatan tidak juga membaik. Semisal angka kejangkitan malaria dan tingkat kematian saat persalinan ibu dan bayi. Indonesia kemudian menjadi penggagas Non Blok, sebuah kaukus kepentingan untuk tidak berada diantara dua kepentingan mayor dunia saat itu. Sebuah langkah strategis.

Indonesia sendiri kemudian seolah menjadi arena pertarungan kepentingan kedua ideologi dominan tersebut. Blok Barat menyatakan bahwa, kesehatan akan terkait dengan faktor kemiskinan, dan persoalan kemiskinan adalah ladang subur bagi ideologi komunisme. Hal itu menjadi kenyataan.

Perkembangan ilmu medik di Barat melampaui blok Timur, namun model pengobatan Cina menjadi pola kesehatan alternatif yang diperhitungkan. 

Maka sistem pendidikan kedokteran yang diharapkan menghasilkan tenaga kesehatan untuk dapat sesuai dengan jumlah kebutuhan nasional dirancang dengan menggunakan skema Belanda serta Amerika.

Beda Dulu dan Sekarang
Kini, setelah 74 tahun sejak kemerdekaan, dunia kesehatan mengalami perkembangan. Keberadaan dokter dan tenaga kesehatan lain sudah bertumbuh, meski persoalan utamanya terbilang sama, soal distribusi dan konsentrasi para dokter serta spesialis yang menumpuk di perkotaan. 

Kenyamanan tinggal dan bekerja bagi para dokter merupakan sebuah problematika. Meski ada pula dokter dan tenaga kesehatan yang memegang teguh idealismenya, sebagaimana kita turut berduka atas kematian Dr Soeko Marsetiyo dalam kerusuhan baru-baru ini di Wamena yang menjadi tempat pengabdiannya bagi kesehatan publik di Papua. 

Lebih jauh lagi, pola penyakit yang terjadi saat ini merupakan bentuk penyakit degeneratif, bukan lagu penyakit tropis yang menular sebagaimana di awal kemerdekaan. Program jaminan kesehatan nasional telah terbentuk melalui BPJS Kesehatan, meski defisit masih terus terjadi berulang kali.

Titik kritis perbedaan yang terjadi adalah konsep kesehatan sosial dengan pendekatan preventif serta promotif yang saat itu dilakukan, saat ini telah bergeser menjadi aspek kuratif yang memakan biaya besar. Disini letak komitmen politik menjadi pertimbangan.

Pembelajaran penting aspek kesejarahan di bidang kesehatan menempatkan titik sentral peran negara, bagaimana pemangku politik membangun keberpihakan pada kepentingan untuk menciptakan kualitas manusia unggul yang mampu berdaya saing.

Khususnya saat ini terkait pada persoalan BPJS Kesehatan yang kerap kali lambat dalam memberikan eksekusi final mengatasi defisit. Sementara terkesan gagah dengan berbagai infrastruktur fisik, seolah konsep pembangunan semakin meninggalkan urusan hidup manusia. 

Evaluasi penting bagi dunia kesehatan sebagai refleksi kritis atas perjalanan kesejarahan bangsa ini adalah memastikan tanggung jawab kekuasaan dalam melakukan pengelolaan sektor kesehatan secara etik yang mendorong perlindungan bagi seluruh warga negara.

Solusi ad hoc kenaikan premi BPJS Kesehatan atas persoalan defisit adalah jawaban jangka pendek. 

Perlu ada bentuk formulasi jawaban yang berkeadilan. Melepaskan skema asuransi gotong royong pada level keekonomian, sesuai dengan nilai pasar atas market supply and demand, akan semakin menghilangkan peran dan kehadiran negara untuk urusan kesehatan.

Perlu penyusunan ulang cetak biru konsep kesehatan nasional, karena sehat adalah kunci bagi bangsa yang kuat. Jika itu bisa dilakukan, kemerdekaan sebagai hasil dari jerih payah perjuangan akan mampu dirawat jiwa dan raganya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun