Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Memahamkan Kalkulasi Kenaikan Premi BPJS Kesehatan

3 September 2019   22:09 Diperbarui: 4 September 2019   05:40 884
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi BPJS Kesehatan (Kompas.com/ Luthfia Ayu Azanella)

Apa dampaknya bila premi sebagai sumber pendapatan dari asuransi sosial gotong royong yang masih underprice, berhadapan dengan penyakit katastropik? Double combo, ibarat jatuh tertimpa tangga. Defisit BPJS Kesehatan menjadi sangat akut dan sekaligus kronis. Berbahaya, tapi sudah bisa diduga.

Bila berkaca dari situasi sedemikian, tentu tidak ada alasan yang kuat, untuk seolah tidak mengetahui persoalan penyebab defisit BPJS Kesehatan. Di luar problem tata kelola, mulai dari aspek kolektibilitas penagihan iuran, hingga potensi fraud yg selama ini didengungkan BPJS Kesehatan kepada pihak rumah sakit tentu perlu penanganan mendalam secara clear. 

Sehingga, seluruh kondisi yang melingkupi BPJS Kesehatan menjadi tantangan bagi para pihak yang terlibat dalam pengelolaan BPJS Kesehatan. Terlebih program BPJS Kesehatan telah ditargetkan untuk menjadi Universal Health Coverage -UHC berskala nasional dan menyeluruh, untuk dapat menjamin akses bagi pelayanan kesehatan publik.

Kalau begitu, usulan kenaikan hampir dua kali lipat premi BPJS Kesehatan yang berlaku sekarang apakah memiliki dasar rasional? Tentu saja bila kita menilik aspek logika kuantitatif. Angka kesehatan dikorelasikan dengan nilai tarif premi penjaminan.

Akankah Premi Menjawab Defisit?

Pertanyaan yang menggantung, apakah kenaikan premi menjadi acuan dari tidak terjadinya defisit di masa depan?

Jawabnya sangat tergantung. Bila taat pada model hitung aktuaria, selisih defisit harusnya bisa direduksi dan tidak semakin melebar. Kita tentu berharap tindakan preventif dan promotif juga terus berjalan, guna mengatasi ekses biaya kuratif.

Mengapa biaya kuratif mahal?

Tentu karena jenis tindakan kuratif membutuhkan sarana dan prasarana bagi pelayanan kesehatan yang mumpuni, lengkap dengan alat serta teknologi kesehatan yang nilai investasinya tidak sedikit.

Konklusinya, kenaikan premi akan dapat menjadi satu solusi di masa depan untuk memangkas jarak defisit. Maka kita perlu pula komitmen lebih lanjut untuk menjawab defisit yang menganga di hari ini. Tidak ada jalan lain, selain hadirnya political will pemerintah untuk menutup defisit tanpa banyak pertimbangan.

Mengapa begitu? Karena sudah dikumandangkan arah pembangunan ke depan akan dimulai dengan penguatan kapasitas dan modal sumber daya manusia. Mengacu pada pidato "Visi Indonesia", sekurangnya persoalan pendidikan dan kesehatan adalah dua hal yang menjadi fokus pokok pembangunan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun