Kegilaan dalam pandangan Foucault terjadi ketika diksi secara tegas tentang "gila" dan "kewarasan"dipisahkan, padahal pemisahan tersebut adalah sebuah kegilaan baru, disamping pendisiplinan untuk mewaraskan kegilaan, adalah ketidakwarasan.
Baik pada klinik maupun rumah sakit, lokasi ini menjadi ajang bagi tenaga medis untuk mewujudkan kuasanya pada si sakit. Pada ilmu komunikasi kita mengenal teori"compliance gaining theory", yang dimaknai sebagai pertukaran pengaruh atas kekuasaan yang dapat terjadi dikarenakan aspek (1) hierarki, (2) ekspertise dan (3) personal, maka pada pusat institusi medik hal itu mutlak terjadi. Â
Kekuasaan menciptakan upaya mendisiplinkan, dengan tujuan ketertundukan, baik secara langsung dengan menggunakan represi fisik, maupun dengan cara-cara yang tidak disadari.Â
Apa yang dimaksud Foucault tentang hal terakhir tersebut, selaras dengan Gramsci tentang hegemoni, dimaknai sebagai relasi kuasa dominan yang terjadi secara tidak langsung dan tanpa disadari telah terbentuk.
Maka memang, dalam pandangan Gramsci, sesuai dengan basis pemikiran Marx, basis struktur yang diisi oleh faktor ekonomi akibat penguasaan alat produksi akan ditopang oleh dua hal penting yakni pertama: RSA (Represive State Aparatus) berorientasi langsung pada tindakan represi fisik berupa hukuman, semisal pengadilan, penjara, dan aparatur keamanan, kedua: ISA (Ideological State Aparatus) yang berlangsung dibawah permukaan menguatkan kepentingan kuasa, semisal media massa dan pendidikan.
Wacana dan Keberadaan
Foucault tidak memahami kekuasaan secara kaku dan deterministik ala Marx, melainkan berpikir tentang dialektika hubungan yang dinamis antara pihak yang dominan dan kelompok yang tersubordinasi.Â
Dalam konteks penguasaan secara langsung, maka terdapat peran negara dalam meregulasi sekaligus melakukan pengaturan masyarakat melalui legitimasi yang dimiliki, dikenal sebagai bentuk formasi sovereign power pada keabsahan hukum dan berbagai peraturan.
Tetapi hal itu tidak berjalan sendirian, dalam praktik kekuasaan, akan terdapat pula upaya untuk mendudukan subjek individu dalam kedisiplinan aturan, dengan pengunaan metode penundukan bersifat tidak langsung, yang disebut Foucault sebagai disciplinary power.Â
Hingga pada akhirnya kemudian, meluas dalam jangkauan dan cakupan dalam bentuk govermentality, dengan tujuan sasaran dalah tubuh sosial yakni masyarakat dan bukan tentang individu perse individu.
Pada titik terakhir tersebut, kekuasaan kemudian berarti omnipresent, bersifat serbada dan dimana-mana, tidak lagi tunggal dan monolitik, karena pada realitas praktik sosial, maka kekuasaan telah menyelusup dalam berbagai bentuk kehidupan keseharian.Â