Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Gelora Kampanye Pemenangan Politik

31 Agustus 2018   11:10 Diperbarui: 31 Agustus 2018   20:03 1918
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: KOMPAS/Handining

Pesta demokrasi! Periode pemilu dapat dimaknai sebagai sebuah ajang yang bersuka cita dan riang gembira, dihari pemilihan umumnya diliburkan dan masyarakat berbondong ke bilik suara, tidak berhenti disitu, panitia pemilihan kerapkali menghadirkan kemeriahan melalui dekorasi dan tampilan seragam yang dipergunakan, berlangsung semarak.

Ajang formal yang dilaksanakan secara rileks tersebut, tentu membawa ketenangan bagi semua pihak, pemenang dari adu gagasan tersebut kemudian diakui bersama sebagai para pemimpin bangsa untuk priode yang dimandatkan. Sesungguhnya, bagi partai politik ajang pemilu adalah momentum puncak dari kerja kampanye pemenangan basis pemilih dalam memperoleh suara.

Seluruh infrastruktur partai politik akan bekerja keras pada periode kampanye. Karakteristik kampanye politik adalah sebagai program terstruktur yang secara sadar dipergunakan untuk dapat mempengaruhi perilaku pemilih, dalam durasi yang singkat dan memiliki target untuk dapat menuai suara ada waktu yang ditentukan.

Cara-cara kerja yang terukur serta sistematik, perlu dikembangkan oleh partai politik dalam durasi masa kampanye yang singkat tersebut. Bahwa mesin partai harus solid dan terkonsolidasi dalam fokus pemenangan adalah sebuah syarat mutlak yang tidak bisa ditawar lagi. Lantas, peta politik dalam jangkauan pemilu harus mampu dibaca secara cermat.

Sistem demokrasi multipartai, menciptakan ruang yang terbatas bagi terbentuknya partai besar yang kuat. Bila kemudian dalam upaya pemenangan kursi legislatif partai politik berkutat pada kemampuannya sendiri untuk dapat menaklukan medan perang, maka pada fase pemilihan pesiden partai politik membangun koalisi untuk dapat bekerjasama dalam kerangka pemenangan.

Memenangkan Kandidat

Fase pertama yang harus dipastikan sebelum memulai diskusi terkait strategi pemenangan, maka strong figure harus muncul sebagai aktor yang menjadi kandidat. Ukuran dalam derajat yang minimal adalah popularitas. Lalu, memiliki karakteristik yang kuat, sesuai dengan aspirasi publik yang terbaca. Track record sebagai rekam jejak menjadi penting, termasuk integritas individu. 

Posisinya akan menyulitkan, bila kemudian tokoh yang dimajukan memiliki posisi minor pada kriteria dasar yang melekat dalam prsonalitas individunya. Dengan demikian, pemilihan kandidat sebagai kontestan bersifat vital sebagai tahap awal.

Episode kedua adalah pembentukan kawan koalisi, selain sebagai prasyarat minimal pengajuan, maka menelisik kekuatan partai pendukung dalam koalisi menjadi hal penting selanjutnya. 

Dalam sebuah koalisi akan ada partai dengan porsi terbesar dilihat atas kalkulasi historis hasil pemilihan yang lalu, partai ini umumnya bertindak sebagai leader koalisi. Harapan yang dimajukan pada pengelompokan partai politik sebagai koalisi, adalah pemenangan kandidat yang diusung melaui kerjasama.

Tahapan selanjutnya adalah menyusun struktur dan sistematika pembagian tugas, peran dan tanggungjawab yang akan dipikul bersama dalam sebuah koalisi untuk memastikan kampanye berlangsung efektif sesuai dengan tujuan pendek kontestasi politik yakni memenangkan calon yang diusung.

Berkerut Strategi

Sesungguhnya sebuah kampanye adalah strategi dalam bentuk rencana berkelanjutan berdurasi pendek untuk menyampaikan pesan persuasi kepada khalayak. Sasaran yang akan dipersuasi adalah publik pemilih, dalam aspek perilaku. Level perilaku tersusun pada aspek kognitif -pengetahuan, afektif -perasaan hingga konatif -tindakan. Kampanye akan bekerja hingga titik klimaks perilaku yaitu tindakan.

Penyusunan tema sebagai pesan menjadi hal penting selanjutnya. Dalam komunikssi Lasswell, maka kita mengenal proses komunikasi sebagai: siapa berbicara apa, melalui saluran apa, kepada siapa dengan efek apa. 

Jika demikian, pada kampanye politik,maka pesan persuasi berlaku sebagai tema ditujukan kepada khalayak,  dengan harapan dapat merubah perilaku hingga fase puncak berupa tindakan politik.

Pesan dalam tema kampanye harus kuat menghadirkan keresahan publik, sekaligus menawarkan opsi atas gagasan bagi penuntasan persoalan tersebut. Prinsip utamanya clear and clarity, mudah dipahami dalam konsepsi yang sederhana, simplifikasi sesungguhnya adalah kerumitan tertinggi. Tidak hanya jelas untuk disampaikan, tetapi sekaligus mudah diingat serta diasosiasikan pada figur personal.

Medium sebagai saluran penyampaian pesan pun harus dispesifikasi. Media massa dan new media seperti internet melalui media online dan sosial media adalah bauran kampanye yang dapat dilakukan untuk mejangkau seluas mungkin khalayak sasaran. 

Tidak selesai disitu, tokoh dan tim pemenangan harus pula memformulasi kampanye face to face kepada publik, mimbar orasi dan pidato dalam aktifitas terbuka bisa jadi bentuknya.

Target sasaran sebagai audiens dari kampanye politik, harus diidentifikasi dengan jelas. Umumnya proses ini akan dekat dengan prinsip marketing yakni segmenting-targeting-positioning. Dimana segmentasi dilakukan dengan menggunakan pemilahan berdasarkan demografi. Indikator yang dipakai semisal daerah-suku, tua-muda, pria-wanita, pendidikan dan ekonomi. Termasuk dalam konteks politik lokal pemetaan daerah, kota-desa.

Mengapa demikian? Karena terdapat karakteristik yang berbeda dari setiap segmentasi tersebut. Pentargetan, dilakukan dengan melihat faktor atas afiliasi budaya politik dari pemilih, seperti pemula-berpengalaman atau sampai kepada pemilahan massa tradisional, ideologis dan rasional. Lagi-lagi akan terkait pada upaya approachment yang nantinya akan dilakukan melalui masa kampanye.

Lantas positioning dibentuk, memperkuat citra, membangun nilai-nilai yan dilekatkan sesuai tema. Kegiatan ini berkonsentrasi pada upaya untuk menciptakan kesan spesifik dibenak pemilih yang berbeda. Proses yang dilalui pasa fase kognitif ini pun tidak tunggal. Seorang tokoh, akan memulainya dari modalitas berupa popularitas -keterkenalan, akseptabilitas -penerimaan hingga elektabilitas -keterpilihan. Peran posistioning penting dalam perpindahan level tersebut.

Kesiapan alokasi biaya kampanye dan penentuan juru kampanye yang akan bertindak sebagai opinion leader akan membantu penguatan pesan kampanye, tokoh-tokoh daerah dapat membantu amflifikasi pesan. Tentu posisi silang sesuai kondisi daerah dan kekuatan partai pengusung disuatu daerah dapat dioptimalkan guna mendukung proses kampanye secara massif. Peta pilkada serentak lalu jadi titik peta politik bagi proses kampanye pada Pilpres 2019.

Pengkaryaan kader serta simpatisan, hingga penggunan konsultan politik dapat dilakukan dengan melihat kerangka kerja yang diajukan. Banyak pilihan bentuk mulai dari survei politik, pembentukan opini publik, implementasi agenda setting media massa hingga debat kandidat dapat diprgunakan untuk memastikan tokoh yang diusung selalu tampil dan mendapatkan publikasi positif.

Relasi Pemasaran dan Kampanye

Ketika kampanye berbicara tentang keterbatasan waktu, maka sudah seharusnya pola edukasi pemilih dilakukan dalam kerangka jangka panjang. Maka kita akan mulai bersentuhan dengan pemasaran politik, yang tidak terbatas pada acuan waktu. Mekanisme branding atas partai politik dan figur personal, dapat dibangun jauh hari sebelum masa kampanye.

Tantangan terbesar dari panggung politik kita hari ini adalah kerja politik yang panjang serta matang. Konsentrasinya masih berfokus pada kampanye, sehingga faktor tokoh kerapkali adalah hasil negosiasi dibandingkan kader yang dipersiapkan. Demokrasi kita memang masih prosedural yang kalkulatif, nyaris tanpa rencana serta selalu hadir saat injury time.

Ketika partai politik mampu merumuskan program kampanye politiknya, maka komitmen yang konsisten tersebut akan menjadi modal dasar kuat untuk masuk kedalam periode pemilu. Kita memang berhadapan dengan pragmatisme kekuasaan. Tentu kita telah kehilangan akan dua hal penting yang menjadi dasar bagi kemajuan bangsa, yakni koherensi -penguatan serta penyatuan dan fidelity -nilai kebenaran.

Politik memang soal kuasa dan pemilu, sementara kita membutuhkan ruang kenegaraan yang mengharuskan upaya memikirkan generasi penerus banga dalam horison dimasa depan!.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun