Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Melintas Anyer, Kisah Daendels dan Infrastruktur Era Kolonial

30 Desember 2017   19:40 Diperbarui: 30 Desember 2017   20:19 1321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hidup ibarat roda berputar. Waktu berganti, pelaku jaman berubah tapi alur setting sejarah berlaku tipikal dari waktu ke waktu.

Pembangunan infrastruktur nasional tengah berlangsung, dan situasi saat ini hampir serupa dengan apa yang telah terjadi dimasa kolonial.

Menyusuri jalur Anyer seolah membayangkan transformasi infrastruktur Jawa, dimasa pemerintahan Hindia Belanda.

Kisah pembangunan jalan Anyer hingga Panarukan, membentangkan sebuah cerita kolosal tentang sebuah proyek raksasa pada masanya.

Adalah Gubernur Jenderal Daendels, yang menjadi pihak berkuasa saat itu. Mendapatkan mandat dari Napoleon Bonaparte, karena pada saat itu Prancis sekaligus menjadi penguasa Belanda.

Pada masa pemerintahan yang singkat 1808-1811, jalan sepanjang 1.000 km itu terbentuk. Kehadiran Daendels di Batavia ditujukan untuk memastikan agar Jawa tidak jatuh ke tangan Inggris Raya.

Tidak hanya dalam ranah stabilitas keamanan dan pertahanan, Daendels juga diutus untuk melakukan perbaikan aparatur administrasi pemerintahan.

Mahakarya Penjajahan

Jalan yang menghubungkan Anyer-Panarukan, menjadi penyintas waktu transportasi darat dari Barat ke Timur. Sebuah keunggulan yang diharapkan, akan mempermudah akses pertahanan dari potensi serangan Inggris.

Agaknya Daendels telah memperhitungkan semua langkahnya secara matang, sebelum keberangkatan ke Hindia Belanda. Jalan yang menjadi penghubung titik sepanjang Jawa, tidak hanya jalan baru, tetapi juga memperbaiki jalur jalan lama sebelumnya.

Disetiap titik ruas dibentuk koloni dan pos keamanan. Jalan itu multifungsi!.

Dikenal juga sebagai jalan pos, yang membantu proses pengiriman informasi via pos di Jawa.

Lebih jauh lagi, dalam konteks ekonomi, Daendels mendorong pertambahan pembagian hasil Preanger Stelsel sebuah sistem budidaya tanam paksa awal untuk komoditas kopi. Sekaligus menjadi peletak dasar saat Cultuurstelsel tanam paksa berbagai komoditi, sebagai upaya mengatasi kondisi defisit kerajaan Belanda.

Strategi Membangun

Sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Daendels menjalankan fungsinya dengan tangan besi. Pilihan yang harus diambil untuk menciptakan pembangunan.

Tidak hanya itu, kemampuan berdiplomasi membuat Daendels, mampu mencukupi pembiayaan mahaproyek kolosal tersebut.

Awalnya, proyek jalan diinisiasi dengan skema kerja berbayar. Namun, dana yang disediakan habis terkuras sebelum pekerjaan selesai dituntaskan.

Ketika proyek pembiayaan infrastruktur defisit, Daendels melobi dengan mengundang seluruh pembesar daerah, dengan menyatakan bahwa pekerjaan jalan wajib dilanjutkan, karena bertujuan bagi pembangunan kesejahteraan masyarakat.

Suatu alasan yang dibuat, dengan maksud mereduksi biaya dari pihak Hindia Belanda. Dengan demikian, kewajiban kerja masyarakat kepada para petinggi daerah secara sukarela, adalah bentuk kepatuhan.

Sekurangnya terhitung 12.000 nyawa menjemput ajal, semasa durasi pembangunan jalan. Menjadi prasasti kemanusiaan, atas nama pembangunan.

Namun cerita soal kesukarelaan adalah kisah usang, karena pemaksaan lebih mengemuka. Kisah ini ditulis ulang dalam Novel Sejarah Pramoedya Ananta Toer, Jalan Raya Pos Jalan Daendels.

Dulu dan Sekarang

Tugu mercusuar Anyer, adalah ikon bersejarah titik nol kilometer, menandai sebuah ambisi!.

Lalu apa pelajaran bagi kita sekarang? Infrastruktur digenjot sekuat tenaga, mengalami ancaman defisit, namun apakah potensi manfaat yang akan dibentuk, sudah terkalkulasi dan dimitigasi?.

Dimasa lalu, Daendels memang menghadirkan kemajuan yang belum pernah terjadi sebelumnya, tapi ditebus dengan darah dan air mata.

Bahkan, Daendels memberi formula solusi secara jitu dari ketidakmampuan pembiayaan Hindia Belanda melalui kompromi para penguasa ditingkat daerah.

Kalaulah hari ini kita masih tertinggal dalam kesiapan infrastruktur, jelas kita masih tertinggal dari kemampuan berpikir besar layaknya Daendels. Tentu kita perlu lebih maju ke depan, tanpa perlu darah dan air mata karena menanggung nestapa, akibat kesalahan perencanaan pembangunan.

Dari jalur jalan Anyer-Panarukan, kita banyak mendapatkan pelajaran berharga.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun