“Kamu tahu apa isi dari map-map tersebut ?”
Dimas hanya menggeleng. “Semua map itu berisi tentang keluhan para guru.”
“Oh, mereka minta kenaikan gaji ya, Pak ? Kenapa Bapak bilangnya ke saya ? Saya kan nggak ngerti kaya begituan, Pak.”
“Dimas!. Semuanya tentang kelakuanmu akhir-akhir ini. Semua guru mengeluh tentang semua ulah yang kamu lakukan. Terakhir laporan dari Ibu Dina. Ia bilang kamu di kelas hanya menyanyikan mantra-mantra aneh. Dan kenapa kamu menertawakannya ?!”
“Yah, Bu Dina lucu sih, Pak. Mukanya merah banget, kaya apel busuk. Trus matanya melotot. Tangannya di pinggang. Dan motif kaos kakinya pokemon. Nah, gimana saya nggak ketawa, Pak.” Kepala Sekolah itu juga merasa geli mendengarnya. Namun, ia tetap berusaha untuk memasang wajah yang stay cool.
“Lalu apa tujuan kamu mencorat-coret tembok sekolah ? Kamu tahu itu melanggar peraturan sekolah ?. Dan laporan dari Pak Timo, kamu sudah memutuskan senar hampir semua gitar dan menjebolkan drum. Belum lagi laporan dari ….”
Kepala sekolah baru sadar bahwa Dimas sedang tidak mendengarkannya. Dimas hanya melamun memikirkan cacing dalam perutnya.
“Dimas ! Apa yang terjadi dengan kamu ? Tahun lalu kamu adalah siswa teladan se-Bali. Tapi kenapa kamu sekarang berubah 180’ ?”
“Pak, saya izin ke kantin yah Pak.” Dimas memohon dengan muka yang sangat memelas.
“Dimas, Bapak belum selesai bicara ! Kamu belum jawab pertanyaan Bapak ! Apa alasan kamu melakukan ini semua ?”
Dimas hanya termenung.