Mohon tunggu...
Yudha Prawira
Yudha Prawira Mohon Tunggu... Penulis - Bersyukur dan ikhlas

Mahasiswa sosial ekonomi pertanian

Selanjutnya

Tutup

Financial

Mekanisme Cashback

1 Januari 2020   04:00 Diperbarui: 1 Januari 2020   04:07 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pembayaran digital (shutterstock.com)

GoPay, OVO.

Gajian akhir bulan! Cashback 40%!

Dana. Ganti dompet dan dapatkan cashback 40%!

Pakai LinkAja! Dapatkan cashback 50%!

Anda tercengang? Kok cashbacknya dimana-mana?

Anda terheran-heran? Uangnya dari mana?

Tak percaya? Percayalah.

Big 4 dompet digital di Indonesia sedang berlomba-lomba membakar uang.

Untuk mendapatkan pelanggan.

Profit bukanlah yang utama. Yang penting kenaikan pertumbuhan angka. Angka pelanggan aktif.

Tentu, syarat dan ketentuan berlaku. Hebohnya angka persentase cashback jika ditelaah lebih lanjut sebenarnya tidaklah heboh-heboh amat.

Ada nilai maksimum. Misal 25 ribu.

Walaupun transaksi yang dilakukan senilai jutaan rupiah, jika dibayar melalui 1 akun, cashback yang didapatkan tetap 25 ribu.

Per akun. Per merchant. Per hari.

Oh.

Begitu rupa caranya.

Saya mulai memahami mekanisme cashback.

Cashback diciptakan agar perilaku konsumen manjadi semakin konsumtif.  Agar konsumen terikat dengan sang pemberi cashback. Dan menjadi pelanggan.

Mengapa saya berkesimpulan demikian?

Karena saldo cashback tidak dapat diuangkan. Tidak dapat ditransfer.

Saldo cashback atau saldo bonus hanya dapat digunakan untuk melakukan pembelian kembali.

Tujuannya jelas: meningkatkan transaksi.

Artinya, konsumen akan diarahkan. Secara tidak sadar. Untuk membeli produk atau jasa yang sebenarnya mungkin tidak benar-benar ia butuhkan.

Demi mengejar kas kembali. Cashback.

Ditambah lagi, saldo cashback biasanya berbatas waktu. Saldo itu akan habis dalam kurun waktu tertentu. Sehingga dorongan untuk berbelanja akan semakin kuat.

Saldo cashback akan dibedakan dengan saldo kas biasa. Misal setelah berbelanja, konsumen mendapatkan cashback. Namun, hanya berlaku selama 2 minggu.

Artinya setelah 2 minggu, jika saldo cashback tidak digunakan, saldo itu akan hilang.

Konsekuensi logisnya, konsumen akan merasa perlu untuk menghabiskan saldo cashback. 

Konsumen akan merasa berkewajiban untuk mengonsumsi saldo cashback-nya.

Membeli barang atau jasa yang bisa membantu menghabiskan cashback tersebut. Yang mungkin tidak dibutuhkan. Sebelumnya.

Jika dibandingkan dengan diskon atau potongan langsung, cashback jelas memberikan efek 'pengikat' yang lebih. Efek pengikat agar konsumen tidak beralih ke platform pembayaran lain.

Maka alangkah baiknya, kita sebagai konsumen, cerdas memanfaatkan promo yang ada. Lebih bijak dalam berbelanja.

Sehingga promo tersebut tidak membuat kita menjadi konsumen yang over konsumtif. Tidak membuat kita menjadi boros.

Karena perkembangan teknologi. Karena kemudahan transaksi. Karena kita telah memasuki era cashless society.

Salam. (Yudha Prawira)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun