Sebulan setelah meninggalkan kantor, Bu Yuni mulai menemukan ritmenya kembali. Ia kembali ke kampus, mengajar mahasiswa dengan semangat yang sama seperti dulu. Selain itu, ia mulai aktif menulis lagi, menyuarakan pemikirannya tentang integritas dan kepemimpinan. Tulisan bukan hanya karya, melainkan caranya menyalurkan perasaan dan pemikiran yang mendalam.
Sementara itu, di kantor lembaga negara, para staf masih sering menyebut nama Bu Yuni. Motivasi yang ia berikan menjadi api semangat bagi mereka untuk bekerja lebih baik.
Namun, di balik layar, rumor tentang permainan politik yang menjegal Bu Yuni perlahan terungkap. Beberapa pihak merasa malu, tapi Bu Yuni sudah tidak peduli. Baginya, yang terpenting adalah ia tetap berjalan di jalur yang benar.
Dan, seperti yang selalu ia yakini, ada banyak lahan pengabdian yang telah Tuhan siapkan untuknya.
Suatu pagi di kampus, Bu Yuni tengah bersiap mengajar. Ia sedang memeriksa bahan ajar ketika ponselnya bergetar. Pesan dari seorang kolega di lembaga negara muncul di layar:
"Bu, kami merindukan cara Ibu memimpin. Kantor terasa sepi. Banyak yang berubah sejak Ibu pergi, tapi tidak semuanya ke arah yang lebih baik."
Bu Yuni membaca pesan itu dengan perasaan campur aduk. Ia tersenyum kecil, tetapi rasa haru menyusup ke dalam hatinya. Ternyata, kehadirannya di lembaga itu masih membekas.
Namun, ia tahu dirinya tidak boleh larut dalam nostalgia. Ia sudah memutuskan untuk melangkah ke depan.
Beberapa hari kemudian, kabar mengejutkan datang dari lembaga negara. Seorang staf senior secara anonim mengungkapkan dalam sebuah forum online bahwa seleksi sembilan besar waktu itu tidak sepenuhnya berjalan adil. Ada intervensi dari pihak-pihak tertentu untuk menjegal beberapa kandidat yang dianggap terlalu berpotensi, termasuk Bu Yuni.
Kabar ini cepat menyebar dan menjadi bahan diskusi di media. Nama Bu Yuni kembali disebut-sebut sebagai salah satu korban dari permainan politik itu. Namun, ketika wartawan mencoba menghubunginya untuk dimintai komentar, ia dengan tegas menolak memberikan pernyataan.
"Biarkan kebenaran berbicara dengan sendirinya," ujar Bu Yuni kepada Nisa, salah satu mahasiswanya yang menanyakan kabar itu. "Saya tidak ingin membuang waktu membahas masa lalu. Lebih baik saya fokus pada apa yang bisa saya lakukan sekarang."