Mohon tunggu...
Yudananto Ramadan Saputro
Yudananto Ramadan Saputro Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa di Universitas Jenderal Soedirman

A life-time learner.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Harum Aroma Bung Karno di Bulan Juni

30 Juni 2022   00:29 Diperbarui: 30 Juni 2022   01:03 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bung Karno dan F.D Roosevelt. Foto oleh KITLV.

Begitu pula yang terjadi kepada Bung Karno. Eksistensi dan peranannya sebagai salah satu Bapak Pendiri Bangsa tetap tidak mampu menampik munculnya berbagai ketidaksukaan terhadap dirinya. 

Kesan ketidaksukaan terhadap Bung Karno muncul dari berbagai tindakan yang sifatnya berupaya untuk mendegradasi peran dan citranya. Upaya tersebut secara populer dinamai dengan de-sukarnoisasi.

Apabila dirunut, serangan terhadap Bung Karno sejatinya sudah muncul sejak era peralihan kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru. Kala itu, Jenderal Suharto---penguasa Orde Baru, memiliki kepentingan untuk mengkonsolidasikan kekuasaannya. 

Tetapi di sisi lain, ia merasa bahwa konsolidasi kekuasaan tersebut tidak akan berjalan maksimal apabila pengaruh dan pengkultusan terhadap Bung Karno masih berjalan dengan kuat. Oleh karenanya, dilakukanlah upaya de-sukarnoisasi tersebut.  

Namun sialnya, kebijakan de-sukarnoisasi Orde Baru menjadi suatu warisan yang tak lekang oleh zaman. Pada era ini, masih banyak upaya untuk menghacurkan karakter Bung Karno. Sebagian, merupakan upaya yang dahulu pernah diluncurkan pada era Orde Baru, dan kenyataannya, masih eksis hingga saat ini. 

Setidaknya terdapat beberapa upaya de-sukarnoisasi yang pernah eksis: pertama, adanya upaya untuk menghapus nama Bung Karno sebagai "penggali" dari Pancasila, kedua, memvonis secara serampangan posisi dan sikap Bung Karno pada peristiwa Gestapu, dan ketiga, memvonis Bung Karno sebagai bagian dari penganut ajaran komunisme. 

Saya tertarik untuk mengulas mengenai poin ketiga dari upaya de-sukarnoisasi di atas. Ketertarikan saya didasari oleh alasan bahwa poin ketiga tersebut lah, yang menurut saya, masih paling lestari. 

Munculnya upaya de-sukarnoisasi pada poin tersebut menurut saya terjadi karena dua hal: pertama, merupakan kelanjutan dari vonis serampangan terhadap posisi dan sikap Bung Karno pada peristiwa Gestapu, dan kedua, adalah terkait dengan orientasi pemikiran "kiri" Bung Karno. 

Apabila direfleksikan melalui peristiwa yang baru-baru saja terjadi, kita bisa melihatnya melalui fenomena pengajuan RUU HIP di tahun 2020 lalu. Melalui pengajuan RUU HIP tersebut, muncul suatu kemungkinan bagi DPR untuk mengubah dasar negara Pancasila, yang wacananya, akan menjadi Trisila atau Ekasila. 

Namun bukan isu peralihan tersebut yang ingin saya bahas. Dalam kasus ini, saya memiliki posisi dan pendapat yang sama dengan warga negara lainnya: Pancasila sudah final. 

Bagi saya ada hal yang lebih menarik untuk di bahas. Hal tersebut merupakan residu dari pembahasan utama yang sebenarnya sifatnya out of topic. Melalui perdebatan tersebut, muncul suatu upaya de-sukarnoisasi melalui bentuk stigmatisasi komunis terhadap Bung Karno. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun