Kedua orang tuanya hanya ingin dirinya mulai mandiri. Gus Ngurah Wijaya selanjutnya menetap di Malang Jawa Timur di rumah keluarga ajudan ayahnya. Gus Ngurah Wijaya hanya mampu meratapi keadaan dan terpaksa mengikuti kemauan orang tuanya.
Sejak saat itu, Gus Ngurah Wijaya sudah mengenal arti kesendirian, mencari kedamaian yang penting baginya ia bahagia. Pada diri ayahnya ia menemukan "hakekat hidup", bahwa ada saatnya menjalani kehidupan itu harus berjarak dengan keperluan yang cukup, baik materi dan kasih sayang.
"Di Malang untuk membunuh kesepian, saya sering berjalan di sepanjang rel kereta api, berteman dengan  para buruh dan tukang becak bahkan orang-orang yang tidak pernah saya kenal di jalanan. Mulai belajar mengenal orang, berkomunikasi sampai menjadi sahabat baik dengan mereka. Saya menemukan kebahagiaan mana kala saya harus berjalan, ketemu orang yang tidak dikenal dan saling bertegur sapa", tutur Gus Ngurah Wijaya.
Gus Ngurah Wijaya dilahirkan dari pasangan Ida Bagus Kompiang dan Anak Agung Mirah Astuti. Ida Bagus Kompiang yang kemudian dikenal dengan Ida Pedanda Ngurah Karang adalah pionir pariwisata Bali.
Ayahanda Gus Ngurah Wijaya memulai bisnis perhotelan pada tahun 1956 dengan mendirikan Hotel Segara Village. Setelah hotel ini berdiri kemudian hotel-hotel di sepanjang pantai Sanur berdiri termasuk Hotel Inna Grand Bali Beach yang dibangun tahun  1963.
Sebagai pebisnis perhotelan, ayahanda Gus Ngurah Wijaya kala itu sudah meletakkan dasar atau konsep bagaimana mengembangkan pariwisata yang berpihak pada rakyat dan berkelanjutan. Kini dua konsep ini sedang menjadi isu penting dalam pembangunan pariwisata di tanah air.
Kemandirian adalah pangkal utama dalam mengubah prilakunya ketika harus mengingat masa lalunya. Perasaan dalam kesunyian ketika jauh dari orang-orang yang dicintainya harus ia ubah menjadi kententraman, dan rasa itu tanpa ia sadari sering ia tuangkan dalam berkelana.
Suatu ketika Gus Ngurah Wijaya mengajak teman-temannya numpang truk dengan tinggal di bak belakang agar bisa sampai ke Kota Surabaya dengan gratis.Â
Tentu apa yang dilkakukannya tanpa sepengetahuan orang tuanya. Bahkan, ketika untuk meredam emosi sehabis dimarahi ibunya ia pun menempuh jalan sunyi dengan menyusuri tepi pantai dan menyebarangi banyak muara sampai menuju Klungkung.
Ketika sudah bisa menaiki sepeda motor dan memiliki Honda CB 200 Twins ia kerap melakukan perjalanan ke kota-kota di Jawa. Nampaknya pengalaman masa lalu memang banyak memberikan inspirasi bagi Gus Ngurah Wijaya untuk menciptakan perjalanan-perjalanan sebagai bagian kebahagiannya.