Ada berharap beberapa jam di meja operasi, sudah cukup membuatnya menjadi sosok yang sempurna, luar dan dalam. Tapi ternyata dibutuhkan lebih dari itu, bahkan ketika secara fisik dia sudah normal, tetap dibutuhkan bertahun-tahun untuk menjadi pribadi yang utuh. Tahun-tahun yang sulit, kejadian-kejadian yang bak mimpi buruk saat itu terjadi, pergulatan untuk memaafkan diri sendiri, orang lain, dan situasi.
Tidak ada yang instan ketika kita harus berproses untuk mendapatkan hasil yang baik.
Saya suka mengamati putri saya berlatih biola. Untuk beberapa not tertentu, bahkan diperlukan berkali-kali latihan untuk menekan senar dengan tepat dan menggeseknya dengan tepat pula. Bukan proses yang mudah. Itu baru sebaris nada. Baru satu lagu. Baru belajar satu alat musik saja.
Hidup tentunya jauh lebih kompleks dari sekedar bermain biola, mustahil kita bisa mendapatkan dan memberikan yang terbaik hanya dengan instan. Instan hanyalah khayalan. Sekedar fatamorgana. Bahkan mie instan pun tidak instan-instan amat.
Cerita Ada adalah cerita kita semua, itulah kenapa buku ini sangat layak dibaca bersama oleh orang tua dan anak-anak. Semakin dini mereka menarik pelajaran dari kisah Ada dan belajar memiliki konsep diri yang benar, tidak terombang-ambing dalam jeratan kepalsuan yang disuguhkan dengan masif oleh layar gadget mereka, semakin besar kesempatan mereka untuk  tidak terjebak dalam lingkaran generasi rasa es krim - strawberry dan durian hehehe.
Pada akhirnya kita diingatkan bahwa  nilai hidup sama sekali tidak ditentukan oleh fisik, materi, tingkat sosial, inner circle  atau apapun itu, tapi oleh sang Pemberi hidup itu sendiri, sedari semula.Â
Happy reading !
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI