Sebaris kalimat kutipan di awal tulisan ini adalah kalimat pembuka buku ini. Â Kalimat yang menjadi pembuka peperangan Ada sesungguhnya melawan kecamuk pikiran dalam dirinya.
Yuk, kita kupas...
Â
Fisik Bukan Segalanya
Ada sudah normal kembali secara fisik. Ia bebas bergerak. Tapi ternyata ia masih harus berjuang menghadapi jeratan mentalitas. Ia masih bergulat dengan nilai dirinya. Ia masih minder dan insecure, kata anak sekarang. Kisah Ada mengingatkan kita betapa fisik bukan segalanya dalam hidup ini.
Fenomena permak wajah supaya bisa seindah artis-artis korea bertebaran dengan sangat masif di media sosial, dikonsumsi dengan naif oleh anak-anak kita. Mereka mulai mempertanyakan bentuk wajah dan tubuh mereka, membandingkan dengan sesuatu yang sebagian besar artifisial dan menjadi depresi. Lebih berbahaya lagi ketika mereka bahkan rela melakukan apa saja demi fisik yang diidamkan seperti sang idola. Padahal ketika fisik mereka sudah dipermak sana sini, tetap saja mereka bergulat dengan nilai diri. Tetap dihajar depresi dan fatalnya, beberapa berakhir dengan bunuh diri.
Memperbaiki kondisi fisik supaya bisa lebih leluasa bergerak, beraktifitas dan produktif tentu saja tidak salah. Yang menjadi masalah adalah ketika kondisi fisik menjadi satu-satunya tumpuan dalam membangun percaya diri. Karena ternyata apa yang tidak terlihat secara fisik itulah yang jauh lebih berharga untuk terus diperbaiki dan dirawat.
Growing Pains
Siapa sih yang tidak mau mendapatkan hasil terbaik, tapi gak pakai proses yang susah apalagi panjang? Sepertinya ini impian semua orang. Tapi kisah Ada di buku ini mengingatkan kita bahwa hal semacam itu hanya ada di dunia khayal. Bahkan Cinderella pun harus melewati proses yang sulit  dan menyakitkan sebelum akhirnya dipersunting pangeran, dan kita juga tidak tahu bagaimana perjuangannya setelah tinggal di istana.
Ada harus mengalami kejadian-kejadian yang sulit dan tidak menyenangkan, bahkan menyakitkan serta harus kehilangan orang-orang yang dicintai maupun dibencinya, sampai akhirnya dia bisa memenangkan perang yang berkecamuk dalam dirinya.
Bertumbuh dan di proses itu memang tidak menyenangkan bahkan menyakitkan. Sayangnya justru di era media sosial  yang membuat kita terbiasa dengan mudah men-skip apa yang tidak kita suka di layar gadget kita, kita pun menjadi tidak terbiasa menghadapi fase-fase yang tidak menyenangkan dalam hidup. Karena ini realita, yang tidak mungkin di-skip, akhirnya kita pun sibuk lari darinya.
Growing pains, proses pendewasaan yang menyakitkan. Sakit tapi perlu dan penting.
Instan itu Fatamorgana