Saya pernah menegur petugas kebersihan yang membuang sampah plastik ke tanah kosong, bukan ke tempat sampah. Dan beliau-nya sewot dengan saya. Kenapa ? Karena kebiasaan.
Biasa dibiarkan.
Didepan rumah yang waktu itu akan kami tempati ada lahan kosong, dan saat kami bersiap pindah, kontraktor pun membersihkannya karena ada sisa2 bahan bangunan yang dibuang disitu. Waktu kami sudah mulai menempati, salah seorang tetangga lama menyarankan supaya lahan kosong itu dibersihkan lagi dengan membayar petugas kebersihan, karena masih banyak sampah plastik dll. yang tertinggal. Kami setuju, dan mengeluarkan uang dari kantong sendiri, demi lingkungan yang bersih.
Ternyata, tetap ada sampah dibuang disitu. Hiks.
Saking gemesnya melihat sampah-sampah plastik bertebaran di jalanan depan rumah plus di pinggiran lahan kosong itu, dan karena terinspirasi oleh Mahatma Ghandi yang mengedukasi  rakyat India dengan turun tangan sendiri membersihkan sampah (Saya tahunya dari buku putri saya :D), saya pun merelakan diri membersihkannya sendiri setiap pagi mengumpulkannya di tempat sampah saya, dan lalu diangkut petugas sampah.
Sebenarnya ada petugas kebersihan sendiri, karena ada biaya retribusi kebersihan dan keamanan yang kami bayarkan rutin setiap bulannya.Â
Tapi waktu itu saya berpikir lebih efektif kalau mengedukasi langsung dengan perbuatan, dan juga dengan harapan kalau saya sendiri yang membersihkan, mereka yang membuang sampah sembarangan itu akan sungkan. Dan berhenti melakukannya.
Dan sepertinya, cukup mempan. Paling tidak, lambat laun sampah plastik dll. yang dibuang disitu semakin berkurang, tidak sebrutal sebelumnya. Masih ada beberapa, mungkin lupa, atau terbawa angin senja :)
Lingkungan tempat saya tinggal sebenarnya cukup bagus dan terdidik, sehingga hanya diperlukan sedikit niat dan usaha untuk melalukan perubahan. Hanya perlu reminder :)Â
Masalahnya, siapa yang bersedia jadi reminder-nya?
Karena, selalu ada kemungkinan message yang kita sampaikan disalah pahami.Â