Mohon tunggu...
YS Wilhelmus
YS Wilhelmus Mohon Tunggu... Desainer - Buruh Negara

Sekarang tinggal di Kaltara, Provinsi termuda di NKRI. Pekerja Negara.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Membangun Hubungan Sebagai Milenial Sangat Kompleks?

21 Februari 2020   14:38 Diperbarui: 21 Februari 2020   15:14 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika usia muda dulu,  memulai hubungan romantis terlihat sangat simple dan mudah. Saat menyukai seseorang, kita hanya perlu menyatakan rasa suka itu --- apabila orang tersebut memiliki perasaan suka yang sama, kita berpacaran dan membangun hubungan romantis bersama.

Saat ini, hal-hal seperti ini menjadi sangat kompleks dan membuat frustasi. Alih-alih menjadi mudah, karena kemajuan teknologi komunikasi dan informasi, membangun hubungan sebagai milenial menjadi sangat kompleks.


1. KITA MENGHILANG (GHOSTING) UNTUK MENGAKHIRI HUBUNGAN YANG TIDAK COCOK

Saat kita tidak lagi tertarik dengan seseorang, kita tidak pernah mengatakan kepada mereka --- tapi kita tiba-tiba berhenti merespon dan menghilang begitu saja. Jika kita melakukan dikehidupan nyata sehari-hari, hal seperti ini membuat kita menjadi psikotik (delusi, halusinasi, kebingungan, tidak mampu berpikir jernih), tapi karena kita menghilang melalui media sosial dan aplikasi pesan instant (WA, BBM, Messenger), hal seperti ini kita anggap sebagai hal yang biasa saja. TIDAK. HAL SEPERTI INI TIDAK BENAR DAN TIDAK DIBENARKAN.

Di zaman dulu, sebelum kemajuan teknologi seperti hari ini, untuk menyampaikan hubungan yang tidak bisa berlanjut, manusia saling mengirimkan surat dengan bahasa yang sopan dan halus, berlembar-lembar yang sampai ke penerimanya hingga berbulan-bulan atau bahkan tidak pernah sampai.

Tapi di hari ini, kita hanya perlu mengirimkan satu paragraf pesan melalui aplikasi pesan instan : 

Mohon Maaf, Sepertinya hubungan ini tidak bisa berlanjut, kita tidak akan cocok untuk membangun masa depan bersama.

Tidak sesulit itu, bukan.


2. KITA TERLALU FOKUS PADA HUBUNGAN SEKSUAL

istock-827855976-570x418-5e4f7189097f360c6b33be37.jpg
istock-827855976-570x418-5e4f7189097f360c6b33be37.jpg
Hubungan seksual bagi milenial bukanlah hal yang tabu -- hanya dengan melakukan swipe di aplikasi dating, kita bisa mendapatkan pasangan untuk melakukan hubungan seksual.

Pada akhirnya, kita tidak lagi memiliki effort untuk mengenal seseorang lebih jauh, memahami orang lain lebih dalam, dan merasakan suka maupun duka seseorang yang kita suka. Membangun hubungan yang romantis baru dimulai saat kita saling membuka pakaian, dan saling menunjukkan bagian paling rahasia dari tubuh kita masing-masing. 

Melakukan hubungan seksual tidak akan pernah berakhir dengan hubungan yang romantis. Hubungan seksual selalu berakhir dengan penyesalan, sakit hati, kecewa, dan perselingkuhan.

3. KITA BERLOMBA-LOMBA UNTUK TIDAK MENUNJUKKAN PERHATIAN

couple-sulking-on-each-other-5e4f7253097f3611c65ac842.jpg
couple-sulking-on-each-other-5e4f7253097f3611c65ac842.jpg
Menunjukkan perasaan kita sesungguhnya menjadi sesuatu yang ganjil bagi milenial. Apabila kita menunjukkan ketertarikan kita pada seseorang dan menunjukkan kepedulian kita, kita takut terlihat seperti orang yang sedang mengejar perhatian dan membutuhkan kasih sayang. 

Kita terlalu takut orang yang kita pedulikan akan bersikap datar dan menjadi tidak tertarik pada kita.

Bagi milenial, rasa gengsi, menjaga martabat, dan reputasi jauh lebih penting, daripada perasaan bahagia jika perhatian kita berbalas dengan kepedulian orang yang kita sayang. Pada akhirnya, kita saling menunggu dan berlomba - lomba siapa yang akan memulai bersikap peduli, yang justru pelan-pelan merenggut kebahagiaan kita masing-masing.

3. BERBALAS PESAN SEPERTI PERANG, KITA TERLALU BERPIKIR STRATEGIS

pexels-photo-859265-1-5e4f7309097f364d836f97c2.jpeg
pexels-photo-859265-1-5e4f7309097f364d836f97c2.jpeg
Merespon pesan saat itu juga, menjadi hal yang langka bagi milenial. Kita terlalu takut terlihat seperti putus asa, dan terlihat terlalu mudah didapatkan. Padahal di era instant messaging , kita sesungguhnya yang paling menikmati kemajuan pesan instan, yang dapat kita balas kapan saja dan dimana saja. Kita bisa menggunakan berbagi macam bentuk pesan seperti gambar, video, suara dan ribuan emotikon.

Tapi sayangnya, pesan instan bagi milenial menjadi seperti medan perang. Untuk membaca dan membalas pesan dibutuhkan pola pikir strategis. Menahan waktu membalas, dan menunda membalas pesan hanya untuk menunjukkan betapa sibuknya, betapa pentingnya diri kita, betapa tidak terikatnya kita dan betapa menariknya diri kita.

Tapi tanpa kita sadari, pola pikir seperti ini adalah pola pikir yang mundur dan tertinggal. Milenial hanya membuang waktu untuk berpikir membalas pesan dan justru hal yang sesungguhnya sederhana menjadi rumit dan meresahkan hati.

4. KITA MENGHARAPKAN KESEMPURNAAN YANG TIDAK PERNAH ADA

best-comments-for-couples-who-are-married-or-in-love-or-dating-5e4f71f7d541df0b50638d12.jpg
best-comments-for-couples-who-are-married-or-in-love-or-dating-5e4f71f7d541df0b50638d12.jpg
Sosial media dan aplikasi kencan di dunia maya, memaksa kita memperlihatkan diri kita seperti yang ingin dilihat orang lain, bukan menunjukkan siapa kita sebenarnya. Kita memaksa orang lain percaya bahwa hidup kita seperti fairy tale, tapi kenyataannya tidak demikian.

Kita mencitrakan diri kita agar orang melihat diri kita sesempurna mungkin. Milenial selalu ingin menunjukkan bagian terbahagia mereka, tapi menyembunyikan duka, trauma dan beban hidup yang kadang justru baru terlihat saat memulai hubungan dengan orang lain.

Kita selalu memendam sakit hati karena ditinggalkan, saat memberi tahu kenyataan sebenarnya diri kita. Padahal tanpa kita sadari, kita sendiri yang memulai hubungan dengan menunjukkan betapa sempurnanya hidup kita.

5. KITA TIDAK PERNAH PUAS PADA PILIHAN

cheating-5e4f7390097f367204627962.jpg
cheating-5e4f7390097f367204627962.jpg
Kita tidak percaya bahwa kita harus menetapkan komitmen pada seseorang, karena kita terus mengharapkan seseorang yang memiliki wajah yang lebih rupawan, keluarga yang lebih baik, seseorang dengan hobi dan kebiasaan yang lebih keren, seseorang dengan pekerjaan yang lebih mapan, bahkan kita terus mencari seseorang yang tabungan di rekeningnya lebih banyak, daripada orang yang telah membangun hubungan dengan kita saat ini.

Kita terus berpindah hati dari satu orang ke orang lainnya, bahkan saat kita telah menemukan seseorang yang begitu membahagiakan, membuat diri kita menjadi lebih hebat, membuat hubungan masa depan terlihat lebih meyakinkan pun, kita tetap tidak berhenti mencari yang lebih baik lagi.

Proses mencari yang tidak berhenti ini hanya membuat hati kita lelah dan frustasi, sehingga sesugguhnya kita tidak pernah benar-benar bahagia.

6. KITA MERASA LEBIH BAHAGIA DENGAN KESENDIRIAN

1-xtfvhcapw4qvmdetdjs55g-5e4f73be097f366de67c6202.jpeg
1-xtfvhcapw4qvmdetdjs55g-5e4f73be097f366de67c6202.jpeg
Ketika sedang berjuang mencari seseorang yang tepat untuk membangun hubungan romantis selamanya, kita terjebak dengan pikiran bahwa ternyata kesendirian itu menyenangkan.  Akibatnya, kita terus menutup hati dan diri kita dari orang lain, dan merasa tidak ada yang bisa mencintai diri kita selain diri kita sendiri. 

Kita menolak membangun hubungan dengan orang lain, meskipun keberadaan seseorang tersebut mampu membuat kita lebih bahagia. Kita tidak mau meninggalkan zona nyaman kita untuk orang lain.

Terkadang kita meemukan alasan sederhana dan sepele, bahwa diam-diam kita bahagia saat sesuatu terjadi begitu saja dan apa adanya.

7. KITA STUCK DI ZONA TANPA KEJELASAN

mujerseparada-5e4f72b9d541df1ad078bc82.jpg
mujerseparada-5e4f72b9d541df1ad078bc82.jpg
Bagi milenial, hubungan romantis (berpacaran) yang telah melakukan hubungan seksual dianggap sebagai komitmen jangka panjang. Kenyataannya, kita terus bertanya-tanya, akan seperti apa dan dibawa kemana hubungan ini. Kita terus membuang waktu pada hubungan yang tidak jelas, yang pada akhirnya hanya membuat trauma untuk memulai hubungan yang berkomitmen dan visioner.

Beberapa orang tidak jujur mau dibawa kemana hubungan mereka, sebagian orang hanya ingin agar ego mereka terpenuhi. Kita terjebak dengan stigma kehidupan, bahwa diusia yang cukup kita harus memiliki pasangan yang sanggup menjanjikan masa depan. Tapi kenyataannya, kita hanya terus menyuapi ego kita agar tidak terlihat putus asa dan kesepian sembari terus membangun hubungan dengan orang yang tidak bisa memberi komitmen jangka panjang.

8. KITA TAK SADAR TELAH MENYAKITI ORANG LAIN

img4-5e4f74d5097f362964418342.jpg
img4-5e4f74d5097f362964418342.jpg
Ketika kita menyakiti perasaan seseorang, kita tidak pernah -- walau hanya setitik perasaan bersalah atau tidak berpikir bahwa kita salah, dan tidak berusaha berbuat lebih baik. Kita selalu merasa bahwa jika seseorang sakit hati karena kita, itu adalah masalah mereka -- bukan masalah kita. Perasaan seseorang yang tersakiti oleh perkataan dan perbuatan kita, adalah urusan mereka untuk menyelesaikannya. 

Milenial sering merasa bahwa seseorang pantas disakiti, tapi tidak pernah menyadari bahwa sesungguhnya diri kita sendiri lah yang toxic bagi orang lain.

9. MENJADI MILENIAL SANGAT MELELAHKAN

doctorfatigue-5e4f7593097f365bd62275c2.jpg
doctorfatigue-5e4f7593097f365bd62275c2.jpg
Saling percaya adalah hal langka dalam budaya berpacaran milenial. Kita berada ditengah-tengah budaya hookup yang lebih mengglorifikasi hubungan seksual daripada hubungan romantis penuh kasih sayang. Kita terlalu sibuk dengan pemenuhan ego sementara, dibandikan dengan menjalani hubungan penuh komitmen seumur hidup. Kita malas berkomuikasi dari hati ke hati. Semua masalah seolah-olah selesai dengan hubungan seksual. 

Milenial sering kebingungan dengan masa lalu mereka sendiri, sehingga menumpuk trauma dari masa lalu dan membuat diri kita sendiri menjadi sangat lelah. Kita bahkan tidak percaya kalo cinta dan kasih sayang itu benar-benar ada, karena terus-menerus bertemu dengan putus asa, sakit hati dan kekecewaan.

Ya, pada akhirnya, membangun hubungan romantis dengan komitmen seumur hidup sebagai milenial sangatlah rumit dan kompleks.

Andrea Wesley

diterjemahkan oleh @yswilh

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun