Ketika usia muda dulu, Â memulai hubungan romantis terlihat sangat simple dan mudah. Saat menyukai seseorang, kita hanya perlu menyatakan rasa suka itu --- apabila orang tersebut memiliki perasaan suka yang sama, kita berpacaran dan membangun hubungan romantis bersama.
Saat ini, hal-hal seperti ini menjadi sangat kompleks dan membuat frustasi. Alih-alih menjadi mudah, karena kemajuan teknologi komunikasi dan informasi, membangun hubungan sebagai milenial menjadi sangat kompleks.
1. KITA MENGHILANG (GHOSTING)Â UNTUK MENGAKHIRI HUBUNGAN YANG TIDAK COCOK
Saat kita tidak lagi tertarik dengan seseorang, kita tidak pernah mengatakan kepada mereka --- tapi kita tiba-tiba berhenti merespon dan menghilang begitu saja. Jika kita melakukan dikehidupan nyata sehari-hari, hal seperti ini membuat kita menjadi psikotik (delusi, halusinasi, kebingungan, tidak mampu berpikir jernih), tapi karena kita menghilang melalui media sosial dan aplikasi pesan instant (WA, BBM, Messenger), hal seperti ini kita anggap sebagai hal yang biasa saja. TIDAK. HAL SEPERTI INI TIDAK BENAR DAN TIDAK DIBENARKAN.
Di zaman dulu, sebelum kemajuan teknologi seperti hari ini, untuk menyampaikan hubungan yang tidak bisa berlanjut, manusia saling mengirimkan surat dengan bahasa yang sopan dan halus, berlembar-lembar yang sampai ke penerimanya hingga berbulan-bulan atau bahkan tidak pernah sampai.
Tapi di hari ini, kita hanya perlu mengirimkan satu paragraf pesan melalui aplikasi pesan instan :Â
Mohon Maaf, Sepertinya hubungan ini tidak bisa berlanjut, kita tidak akan cocok untuk membangun masa depan bersama.
Tidak sesulit itu, bukan.
2. KITA TERLALU FOKUS PADA HUBUNGAN SEKSUAL
Pada akhirnya, kita tidak lagi memiliki effort untuk mengenal seseorang lebih jauh, memahami orang lain lebih dalam, dan merasakan suka maupun duka seseorang yang kita suka. Membangun hubungan yang romantis baru dimulai saat kita saling membuka pakaian, dan saling menunjukkan bagian paling rahasia dari tubuh kita masing-masing.Â
Melakukan hubungan seksual tidak akan pernah berakhir dengan hubungan yang romantis. Hubungan seksual selalu berakhir dengan penyesalan, sakit hati, kecewa, dan perselingkuhan.
3. KITA BERLOMBA-LOMBA UNTUK TIDAK MENUNJUKKAN PERHATIAN
Kita terlalu takut orang yang kita pedulikan akan bersikap datar dan menjadi tidak tertarik pada kita.
Bagi milenial, rasa gengsi, menjaga martabat, dan reputasi jauh lebih penting, daripada perasaan bahagia jika perhatian kita berbalas dengan kepedulian orang yang kita sayang. Pada akhirnya, kita saling menunggu dan berlomba - lomba siapa yang akan memulai bersikap peduli, yang justru pelan-pelan merenggut kebahagiaan kita masing-masing.
3. BERBALAS PESAN SEPERTI PERANG, KITA TERLALU BERPIKIR STRATEGIS
Tapi sayangnya, pesan instan bagi milenial menjadi seperti medan perang. Untuk membaca dan membalas pesan dibutuhkan pola pikir strategis. Menahan waktu membalas, dan menunda membalas pesan hanya untuk menunjukkan betapa sibuknya, betapa pentingnya diri kita, betapa tidak terikatnya kita dan betapa menariknya diri kita.
Tapi tanpa kita sadari, pola pikir seperti ini adalah pola pikir yang mundur dan tertinggal. Milenial hanya membuang waktu untuk berpikir membalas pesan dan justru hal yang sesungguhnya sederhana menjadi rumit dan meresahkan hati.
4. KITA MENGHARAPKAN KESEMPURNAAN YANG TIDAK PERNAH ADA
Kita mencitrakan diri kita agar orang melihat diri kita sesempurna mungkin. Milenial selalu ingin menunjukkan bagian terbahagia mereka, tapi menyembunyikan duka, trauma dan beban hidup yang kadang justru baru terlihat saat memulai hubungan dengan orang lain.
Kita selalu memendam sakit hati karena ditinggalkan, saat memberi tahu kenyataan sebenarnya diri kita. Padahal tanpa kita sadari, kita sendiri yang memulai hubungan dengan menunjukkan betapa sempurnanya hidup kita.
5. KITA TIDAK PERNAH PUAS PADA PILIHAN
Kita terus berpindah hati dari satu orang ke orang lainnya, bahkan saat kita telah menemukan seseorang yang begitu membahagiakan, membuat diri kita menjadi lebih hebat, membuat hubungan masa depan terlihat lebih meyakinkan pun, kita tetap tidak berhenti mencari yang lebih baik lagi.
Proses mencari yang tidak berhenti ini hanya membuat hati kita lelah dan frustasi, sehingga sesugguhnya kita tidak pernah benar-benar bahagia.
6. KITA MERASA LEBIH BAHAGIA DENGAN KESENDIRIAN
Kita menolak membangun hubungan dengan orang lain, meskipun keberadaan seseorang tersebut mampu membuat kita lebih bahagia. Kita tidak mau meninggalkan zona nyaman kita untuk orang lain.
Terkadang kita meemukan alasan sederhana dan sepele, bahwa diam-diam kita bahagia saat sesuatu terjadi begitu saja dan apa adanya.
7. KITA STUCK DI ZONA TANPA KEJELASAN
Beberapa orang tidak jujur mau dibawa kemana hubungan mereka, sebagian orang hanya ingin agar ego mereka terpenuhi. Kita terjebak dengan stigma kehidupan, bahwa diusia yang cukup kita harus memiliki pasangan yang sanggup menjanjikan masa depan. Tapi kenyataannya, kita hanya terus menyuapi ego kita agar tidak terlihat putus asa dan kesepian sembari terus membangun hubungan dengan orang yang tidak bisa memberi komitmen jangka panjang.
8. KITA TAK SADAR TELAH MENYAKITI ORANG LAIN
Milenial sering merasa bahwa seseorang pantas disakiti, tapi tidak pernah menyadari bahwa sesungguhnya diri kita sendiri lah yang toxic bagi orang lain.
9. MENJADI MILENIAL SANGAT MELELAHKAN
Milenial sering kebingungan dengan masa lalu mereka sendiri, sehingga menumpuk trauma dari masa lalu dan membuat diri kita sendiri menjadi sangat lelah. Kita bahkan tidak percaya kalo cinta dan kasih sayang itu benar-benar ada, karena terus-menerus bertemu dengan putus asa, sakit hati dan kekecewaan.
Ya, pada akhirnya, membangun hubungan romantis dengan komitmen seumur hidup sebagai milenial sangatlah rumit dan kompleks.
Andrea Wesley
diterjemahkan oleh @yswilh
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H