Mohon tunggu...
Yoyo Setiawan
Yoyo Setiawan Mohon Tunggu... Guru - Melengkapi hidup dengan membaca dan menulis; membaca untuk menghayati betapa ruginya hidup tanpa ilmu, menulis untuk meninggalkan jejak bahwa kehidupan ini begitu berwarna.

Tenaga pendidik dunia difabel yang sunyi di pedalaman kabupaten Malang. Tempat bersahaja masih di tengah kemewahan wilayah lain. Tengok penulis kala sibuk dengan anak istimewa, selanjutnya kamu bisa menikmati pantai Ngliyep nan memesona! Temani penulis di IG: @yoyo_setiawan_79

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pesan Cinta Sebutir Nasi

18 November 2021   09:00 Diperbarui: 18 November 2021   09:03 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerpen Yoyo Setiawan

Kawan, pernahkah terlintas di pikiranmu, bahwa ketika kamu makan dengan lahapnya sampai kekenyangan, di tempat lain banyak orang berharap ada seseorang yang memberi mereka sekedar sesuap nasi untuk mengisi perutnya?.

Boleh jadi ketika di rumahmu banyak makanan, terutama nasi, sampai terbuang-buang. Di tempat lain, bahkan mungkin kau tak tahu, tetanggamu, sedang tidak punya nasi, kelaparan.

Bisa juga, saat kau dan teman-teman sedang berpesta senang-senang. Di tempat lain, banyak orang menahan perutnya sakit karena berhari-hari tidak makan.

Kawan, ketika makanan yang terlalu banyak sudah terbuang-buang, sedang di tempat lain kelaparan, maka sebenarnya di mana kesalahannya?

Tidak ada yang salah! Semua rencana Tuhan ada di hati kawan-kawan.

Di situ Tuhan menguji hati dan cinta.

Ada hati yang menjerit, ada yang tertawa-tawa…lalu yang mana hati kita, di mana empati kita?

Sebutir nasi adalah sama-sama mahluk Allah, tidaklah Allah menciptakan sesuatu, melainkan ada manfaatnya.

Apabila hati atau akal kita sebagai manusia tidak menemukan manfaatnya, bisa jadi keilmuan kita masih sangat sedikit, belum menjangkau sampai ke sana.

Ketika sebutir nasi adalah ciptaan Allah yang diberi hak meminta pertanggungjawaban ketika dizolimi, maka sebagai manusia harus bersiap menunggu tuntutan dari sebutir nasi sebagai berikut :

Ketika ada mahluk Tuhan lain yang kelaparan, kenapa kamu malah membuang makanan yang sedang sangat dinantikannya? Maka, atas kekerasan hatimu-lah Tuhan memberikan teguran. Bisa jadi itu berwujud diabetes, kolesterol, asam urat, stroke atau semacamnya.

Aduhai, sungguh celaka apabila Tuhan sampai marah dengan kesombongan kita. Mari kita renungi tuturan seorang sahabat, pitutur seorang rantau yang kenyang asam garam kehidupan.

Ketika sebutir nasi berdoa agar manusia yang bersyukur diberikan balasan yang lebih baik, yaitu manusia yang tidak menyia-nyiakan ciptaan Allah. Nasi sekali pun.

Renungi kawan, segala yang ada di dunia ada penyebabnya, penyebab keberadaan hingga penyebab kebinasaan. Nah, sebutir nasi berasal dari beras yang berasal dari tanaman padi. Perlu proses yang panjang termasuk campur tangan manusia di situ setelah diciptakan Tuhan.

Pertama, ketika petani dan masyarakat membutuhkan beras, perlu orang yang menanam padi. Siapa yang siap? Tentu petani itu sendiri!

Kedua, untuk menanam padi, petani perlu lahan untuk menyemai bibit padi yang berupa butir-butir gabah. Ketahuilah kawan, di sini petani bekerja bercucuran keringat bahkan rela berpanas-panas dan terkena hujan demi menyiapkan tempat tanam.

Untuk petani kaya dengan lahan luas, tentu harus merogoh kantong untuk mempekerjakan tetangga atau orang lain.

Ketiga, untuk menanam bibit yang sudah tumbuh ditempat semaian, petani menyiapkan lahan untuk menanam bibit yang sudah tumbuh 3 minggu itu. Ini perlu lahan luas dibanding lahan yang disiapkan sebelumnya. Petani berjuang sekuat tenaga dengan bermandi keringat.

Tentu saja, petani dengan lahan luas, selain tenaga juga harus menyiapkan sejumlah uang untuk membayar tenaga menyiapkan lahan.

Keempat, saatnya menanam bibit padi. Butuh tenaga, keringat petani kembali mengaliri sawah. Butuh juga pundi-pundi untuk membayar keringat orang yang membantunya.

Kelima, perjuangan petani berlanjut dengan memupuk tanaman. Pupuk bisa dibeli uang bagi yang berkecukupan. Pupuk cukup mengumpulkan dari kotoran hewan piaraan bagi yang tiada cukup modal.Semua ini juga mengalirkan air keringat di sawah.

Keenam, saat tanaman bertumbuh, petani menyiangi dengan sepenuh cinta agar rumput liar tidak menggangu. Petani juga sangat sayang dengan tanamannya, menyemprot padi untuk mengusir hama, agar tanaman tumbuh baik.

Ketujuh, bukti cinta petani memupuk kedua kali agar tanaman sehat saat siap berbuah. Kembali keringat dan uang dikeluarkan dengan rela.

Kedelapan, cinta yang semakin besar, petani menyiangi kedua kali, ia tak rela tanaman yang sedang berbulir diganggu gulma. Berharap hasil melimpah dari "dewi sri".

Kesembilan, cinta petani masih berlanjut, dengan sabar menunggui padi dari gangguan burung yang lapar. Kalau abai, petani akan gigit jari.

Kesepuluh, saat cinta telah membuahkan hasil, padi siap panen.

Saksikanlah, hari yang ditunggu walau harus berjibaku di atas lumpur, bercucuran keringat dan kehilangan sebagian padi untuk mengganti tenaga tetangga atau orang lain yang membantunya.

Kesebelas, saat yang menguras keringat, menjemur butir-butir gabah di bawah mentari, panas tak kau hirau demi melihat butiran padi menjadi gabah kering giling atau disimpan agar awet. Butuh mengucurkan keringat dua-tiga hari agar hasil sempurna!

Keduabelas, saat menggiling padi. Petani bisa melihat hasil tanamannya menjadi beras dengan menggiling gabah di tempat penggilingan padi.

Atau saat dulu kakek-nenek kita masih harus menguras keringat saat menggiling padi dengan alat sederhana; bermodal lumpang atau lesung sebagai wadah gabah dan antan/ alu sebagai penumbuknya. Kembali keringat mengalir deras!

Ketigabelas, hasil penggilingan padi atau tumbukan adalah butiran beras dan sekam. Selanjutnya beras akan dipisahkan dari sekamnya untuk diolah menjadi makanan!

Keempatbelas, proses menanak nasi. Butuh waktu untuk mencuci beras, memasaknya di atas tungku secara tradisional atau menggunakan alat modern; menggunakan magic-jar, magic-com, alat penanak listrik.

Setelah proses ini selesai, barulah terlihat beras telah menjadi nasi panas yang siap di santap di meja makan!

Ketahuilah kawan, nasi hangat yang kau makan setiap hari, ternyata harus melewati proses panjang. Penuh perjuangan petani yang dengan cintanya rela berjibaku, memeras keringat, menguras pundi dan mengorbankan waktu. Semua demi sebutir beras yang kelak menjadi sebutir nasi.

Cinta petani yang mengkristal di dalam sebutir nasi, jangan diabaikan. Jaga cinta itu dengan memanfaatkan sebaik-baiknya, dikonsumsi sewajarnya, atau dibagikan kepada saudaramu, jangan dibuang! Pokoknya jangan, karena nasi itu cinta, bukan sampah!

(Selesai)

________________________________

Pagak-Malang, 04-11-21

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun