Perutku terasa keroncongan, pandangan mataku agak kabur. Kini satu tanganku memegang tiang listrik, sambil tangan kiriku memegang perutku yang sejak tadi keroncongan. Aku merasa lemas sekali, seakan-akan ada bayangan besar yang meliputiku didepan mataku.Â
Aku membuka mataku perlahan karena aku merasa ada bau yang familiar bagiku. Tiba-tiba terdengar suara lirih disana.
" Siapa anak mu anak muda? Suara itu bertanya dengan nada yang perlahan tapi pasti.
" Franz, aku jawab dengan seketika
Ketika aku akan bangkit melihat sekelilingku, aku hampir-hampir tak bisa bergerak sama sekali.
" Anak muda jangan kau gerakkan tubuhmu lebih dari itu, kata orang yang belum kuketahui namanya tersebut.
" Panggil saja aku Raden, aku seorang penjual kelapa, disekitar sini ....
Sambil ia mengaduk-ngaduk sesuatu ia berkata, " Aku tak tahu asalmu dari mana, namun satu yang pasti kuketahui kau pasti mengalami hal-hal berat sebelumnya
" Tenang saja aku tidak akan menyakitimu seperti orang-orang diluaran sana, aku akan mengobati dan memberikanmu makanan, tambahnya.
Kini sesuatu yang ia aduk-aduk sepertinya sudah jadi. Ia mengambil sebuah mangkok, terus ditungkanlah makanan berkuah tersebut kedalam mangkok. Tiada kata-kata yang terucap diantara kami berdua. Aku langsung melahap makanannya tanpa ampun. Kunikmati tanpa berpikiran apapun.Â
" Semoga bubur ini bisa menjadi penyembuh rasa laparmu nak, katanya.
Aku hanya diam mengangguk, sambil tak sadar air mataku keluar karena rasa haru  lapar dan sedih bergabung menjadi satu. Setelah makananku habis, ia bercerita bahwa ia menemukanku tergeletak ditrotoar kota dalam keadaan tidak sadarkan diri. Setelah itu ia terus bercerita sampai tak sadar sudah satu jam waktu berjalan.Â
" kalau kau masih merasakan lapar atau lelah tetaplah disini dulu tak apa, katanya.
"Aku akan keluar sebentar, mungkin kira-kira tiga atau empat jam untuk menjual hasil kelapa-kelapaku.
Sebelum ia pergi aku sontak mengatakannya, " terima kasih atas kebaikan hatimu, padhal anda belum mengenalku, tetapi anda harus begitu repot-repot seperti ini.
"Ini zaman dimana yang lemah dan miskin akan tersingkir, ini zaman dimana kemerdekaan dan hak kita sebagai manusia terenggut. Jadi, aku tak keberatan sama sekali, justru kita sebagai masyarakat biasa harus saling membantu satu sama lain, katanya.
" Aku sudah muak, dengan pertempuran kaum revolusi, kerajaan dan para orang asing itu, setelah mengatakan itu ia langsung pergi membawa kelapa-kelapa yang ia masukkan di dua ranjang besar.
Bersambung
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H