Saat aku memeluknya, ada yang aneh pada dirinya, mengapa tubuhnya berbeda, ada sisik padanya. Lalu aku melihatnya. Tidak tidak. Ia bukan kekasihku, Ia manusia ular.
Aku hendak masuk rumah, tapi rumah yang aku tempati berubah menjadi sebuah rumah tua dan sekelilingku berubah menjadi hutan. Ada apa ini? Manusia ular itu menatapku tajam. Ia menjulurkan lidah ularnya.Â
Aku takut lalu aku lari ke arah berlawanan. Tapi ekornya melilit tubuhku. Aku tak bisa pergi, rasanya sesak sekali dan sulit untuk bernapas. Apakah Ia akan membunuhku? Apa salahku? Siapa Ia? Aku tak sadarkan diri. Apa yang terjadi? Aku dibawa ke mana? Aku terbangun dan bingung.
Tempat ini berubah. Aku melihat sekeliling, ular itu tak ada. Semilir angin tiba-tiba menghampiri. Dingin ini tiba-tiba menjadi hangat lalu panas. Panas yang akan membakar tubuh ini. Mengapa jadi begini? Ulah siapa ini? "Aku, ulahku. Selamat datang di masa lalu. Masa di mana Kau belum bertemu kekasihmu, agar Kau jadi milikku," kata seorang pria padaku.
Pria itu manusia, tapi lama-kelamaan menjadi manusia setengah ular. Ia mendekat, ingin melilitku lagi. Aku lari dan raja siluman ular menangkapku. "Jangan Kau sakiti Dia! Pergi! Dia milikku!" katanya pada manusia setengah ular. Aku semakin takut dan menunduk. Manusia setengah ular itu pergi. Aku masih menunduk. Raja siluman ular memegang bahuku dan menenangkan aku, "Tenang! Ada aku. Akan kukembalikan Kau ke rumah, ke masa seharusnya.
Ia tak kan berani macam-macam. Aku akan selalu melindungimu." Aku telah ditolongnya dan kali ini aku percaya padanya. Tiba-tiba ular sebelumnya datang lalu menyerang siluman ular yang menolongku. Aku melihat mereka bertarung. Lalu aku masuk dan tak sengaja memencet sebuah tombol dan dinding di belakangku terbuka. Aku masuk tempat di balik di dinding itu. Ada cahaya yang sangat redup di ruangan itu. Aku masuk lebih dalam.
Aku tiba di rumahku, ternyata dinding itu seperti pintu mesin waktu. Akhirnya kukembali. Aku tak percaya, lalu kucubit lagi pipiku dan sakit. Aku kembali ke masaku, ke rumahku. Aku bebas. Oh tidak, ular itu di depanku, entah dari mana. Aku lari, tapi terlambat, ekornya melilitku kencang hingga aku tak mampu lagi bernapas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H