Mohon tunggu...
Yoyo
Yoyo Mohon Tunggu... Buruh - Lorem ipsum dan lain-lain seperti seharusnya

Tour leader. Pengamat buku, kutu buku, penggila buku dan segala hal yang berbau buku.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Munchen, Di Kota Indah Ini Saya Menangis

5 November 2017   01:05 Diperbarui: 5 November 2017   03:37 3778
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Marienplatz, Jerman (Foto: Pixabay/designerpoint)

Walaupun demikian, pelatihan berjalan sangat menyenangkan dan sangat membuka wawasan kami. Materinya sangat inspiratif dan mudah dimengerti. Sang Trainer juga memberi simulasi-simulasi berupa permainan yang sangat menyenangkan. Para peserta workshop dibagi dalam kelompok-kelompok kecil, sebagian disuruh menjadi tamu restoran dan sebagian lainnya berperan sebagai waiternya.

Dengan sabar tapi sangat tegas, Pak Ricardo mengajarkan kami bagaimana cara melayani, mengenali berbagai macam gelas dan minuman, bagaimana membawa baki, membuka champangne.

Kami juga diberi buku panduan untuk meracik berbagai minuman cocktail, yaitu minuman beralkohol campuran. Setiap campuran diukur dulu memakai jigger lalu dimasukan ke dalam shaker untuk mengocok campuran minuman agar merata lalu langsung dimasukkan ke dalam gelas penyaji. Proses ini diperlukan karena ada beberapa bahan campuran yang sulit dilarutkan, misalnya pada minuman Pink Lady, silde car dan lain-lain.  

Tentu saja hanya beberapa jenis minuman saja yang sempat kami praktekkan. Sisanya bisa dipelajari di rumah dengan memakai buku panduan tersebut. Di dalam buku tersebut juga terdapat pelajaran untuk belajar jugling, yaitu kemampuan untuk melemparkan botol seperti yang biasa kita lihat didemonstrasikan oleh para bartender.

Bahkan kami juga diajarkan bagaimana menerima telepon kalau ada tamu yang ingin melakukan reservasi. Sang trainer mengajarkan cara berbicara di telepon yang benar-benar membuka pikiran saya yang sempit ini.

"Every time you receive a call, make sure that the person calling know that you're smiling," kata Ricardo.

Semua orang langsung kebingungan. Bagaimana mungkin membuat lawan bicara kita ditelpon mengetahui bahwa kita sedang tersenyum? Tapi saya diam saja karena saya takut membuat dia marah kalau kebanyakan bertanya.

"Sir, how come our customer know that we are smiling? We are on the phone. we are not a magician." Akhirnya Abdul seorang peserta dari Maroko tidak tahan untuk tidak bertanya.

"Smiling voice!" sahut Pak Ricardo.

Suara lebah kembali berdengung memenuhi seluruh isi ruangan. Semua kebingungan dengan istilah 'Smiling voice" dari pelatih gendut itu.

"Dari semua pancaindera yang kita miliki, mata adalah faktor yang paling mendominasi. Bahkan mata sering kali mengintervensi indera lainnya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun