SENGKETA DAN TANTANGAN LAUT CHINA SELATAN TERHADAP KEDAULATAN REPUBLIK INDONESIA.
=================================================
"The strong do what they can and the weak suffer what they must."
Thucydides, Sejarawan Yunani (c. 460 SM-- c.400 SM)
==============================
MENGAPA LAUT CHINA SELATAN SANGAT PENTING?
MENGENAL ISTILAH CHOKEPOINT(S) DALAM KONTEKS LAUT CHINA SELATAN (LCS)
Lokasi geografis Laut China Selatan menghubungkan berbagai negara dan sebagai  jalur maritim penting bagi negara-negara besar seperti Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan di sisi asia timur. Demikian juga bagi negara di sisi asia tenggara dan asia selatan, hingga afrika dan eropa seperti Qatar, Oman, UEA, dan negara-negara Afrika.
Chokepoints atau Bottleneck adalah area penyempitan yang mempengaruhi kecepatan gerak suatu barang/benda. Dalam konteks perairan laut, chokepoint adalah area perairan yang relative sempit, padat secara marine traffic, dan dalam beberapa kasus merupakan area yang rawan ancaman ketidakstabilan geopolitik di kawasan tersebut.
Area chokepoints tersebut sangat mempengaruhi perekonomian dalam sekala global. Terganggunya chokepoints dapat menyebabkan pelemahan serius terhadap pasokan energi, pangan, barang, dan juga marine traffic secara umum. Sebagai contoh terblokirnya terusan Suez di Mesir akibat kapal mega container Evergreen yang melintang selama 6 hari (tahun 2021), dan penurunan shipping di selat Bosporus akibat dampak perang Ukraina-Rusia, sangat berpengaruh terhadap keamanan ekonomi global. Dampaknya, lalu lintas kapal terhenti di area chokepoint tersebut, beberapa kapal harus re-route, banyak kargo delayed, pelabuhan-pelabuhan sekitar overload dengan kedatangan kargo yang on-schedule dan yang mengalami re-route, supply chain terganggu, bahkan berdampak hingga beberapa bulan setelahnya.
Â
Â
Â
Dari gambar terlihat beberap chokepoints diantaranya: Terusan Panama, Selat Gibraltar, Selat Bosporus, Terusan Suez, Selat Hormus, Selat Malaka, dll. Laut China Selatan juga merupakan Chokepoints (dilambangkan huruf L). Keberadaan Laut China Selatan sangat krusial bagi global security. Jika bisa "menguasai" wilayah perairan Laut China Selatan, maka dapat secara signifikan mempengaruhi perekonomian global. Tiongkok sebagai negara yang dekat dengan area ini dengan klaim sepihaknya sebagai pemilik hampir seluruh area Laut China Selatan, membangun hegemoninya sebagai superpower dunia dengan berupaya "menguasai" Laut China Selatan. Oleh karena itu, konflik terkait klaim wilayah Laut Cina Selatan (LCS) perlu dipandang sebagai bagian dari pergulatan geopolitik besar antara kekuatan blok barat & sekutunya, dengan kekuatan blok timur (Tiongkok).
Â
VOLUME PERDAGANGAN ASEAN-US VS ASEAN-TIONGKOK
Perdagangan antara ASEAN dengan negara-negara anggota blok barat & Eropa meningkat lebih dari tiga kali lipat antara tahun 2000 sampai tahun 2022, dari $110,5 miliar menjadi $342,3 miliar. Demikian pula, perdagangan ASEAN dengan Amerika Serikat melonjak dari $135,1 miliar menjadi $452,2 miliar. Ekspor ASEAN ke Amerika Serikat hampir empat kali lipat dari $87,9 miliar menjadi $356,7 miliar dalam periode yang sama.
Pada saat yang sama, perdagangan antara ASEAN dan Tiongkok mencapai $975,3 miliar pada tahun 2022, meningkat 24 kali lipat dibanding tahun 2000. Ekspor negara-negara ASEAN ke China meningkat sebanyak 18 kali lipat selama periode ini, dari $22,2 miliar menjadi $408,1 miliar. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa "by volume", capital flow perdangangan dan ekspor-impor antara ASEAN-Tiongkok jauh melampaui nilai perdagangan ASEAN dengan Amerika Serikat.
Sekitar kisaran $3,37 triliun atau 21% dari total perdagangan global melintasi Laut China Selatan pada tahun 2010- 2016, menurut United Nations Conference on Trade and Development (https://www.cnbc.com/2022/11/18/five-countries-other-than-china-most-dependent-on-the-south-china-sea.html)
Sekitar 64% maritime trade Tiongkok (data tahun 2016), melewati/melalui Laut China Selatan. Dan sebanyak 42% maritime trade Jepang melewati LCS ini. Â (https://chinapower.csis.org/much-trade-transits-south-china-sea/#:~:text=Writings%20on%20the%20South%20China,in%20world%20trade%20over%20the)
Grafik berikut menunjukkan ketergantungan Tiongkok atas LCS. Grafik menunjukkan volume perdagangan laut (maritime trade) yang sangat besar lewat LCS, melebihi negara-negara lain di kawasan tersebut.
Â
Ketergantungan Tiongkok terhadap Laut China Selatan membuatnya rentan terhadap gangguan perdagangan maritim. Pada tahun 2003, Presiden Tiongkok saat itu (Hu Jintao) menyatakan bahwa ada potensi ancaman yang ditimbulkan oleh "kekuatan besar tertentu" yang bertujuan untuk mengendalikan jalur perdagangan LCS-Selat Malaka, sehingga perlu dilakukan strategi baru untuk mengatasi kekhawatiran ini.
LAUT CINA SELATAN MEMAINKAN PERAN PENTING DALAM PERDAGANGAN LNG GLOBAL DAN JUGA KAYA AKAN CADANGAN ENERGI MINYAK DAN GAS.
Menurut Vortexa (perusahaan energy-cargo tracking) selama 2023, 10 miliar barrels minyak dan produk turunannya dan juga 6.7 triliun cubic feet (Tcf) gas alam cair (LNG) melewati Laut China Selatan. Suatu Â
Laut China Selatan sendiri memiliki kandungan energi hidrokarbon yang sangat besar. Kandungan hidrokarbon tersebut baru di data untuk cadangan yang proven dan yang termasuk di area negara yang tidak disengketakan. Data belum mencakup area sengketa dan area yang belum dieksplorasi.
Berikut Tabel Cadangan Migas per tahun 2023.
Dari data US Geological Survey, World Bank, US Energy Information Administration, diperoleh gambaran area di Laut China Selatan terkait temuan cadangan migas. Berikut gambaran sebaran area cadangan migas Laut China Selatan, dengan area warna coklat menunjukkan basin/reservoir yang telah disurvei dan mengandung cadangan hidrokarbon.
Selain cadangan energi, Laut China Selatan juga kaya akan sumber daya ikan. Ikan seperti ikan makarel, teri, kerapu, napoleon, lobster, udang, kepiting, tuna terkandung di laut ini, yang dapat ditangkap dan diolah untuk memenuhi kebutuhan negara ASEAN terutama pemilik area perairan di Laut China Selatan. Sekitar 10% kontribusi perikanan global.
NINE DASH LINE, UNCLOS 1982, TEN DASH LINE, DAN KLAIM SEPIHAK TIONGKOK ATAS SEBAGIAN PERAIRAN LAUT NATUNA UTARA.
Â
Nine Dash Line yang diperjuangkan oleh Tiongkok merupakan klaim wilayah sepihak yang kontroversial di Laut China Selatan (LCS). Tiongkok berpendapat dari dasar historis, garis imajiner itu menunjukkan kepemilikan Tiongkok atas perairan di dalam garis. Hal ini adalah klaim sepihak dari sisi Tiongkok, dan tidak diakui oleh hukum laut internasional yang diatur oleh UNCLOS 1982. UNCLOS 1982 menegaskan bahwa negara memiliki hak kedaulatan atas perairan 12 mil laut dari garis pantai dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) membentang hingga 200 mil laut. Meskipun demikian, China tetap mempertahankan klaimnya atas Nine Dash Line dengan alasan sejarah yang muncul sebelum UNCLOS 1982.
Tiongkok mengklaim bahwa perairan Natuna bagian utara, Kepulauan Riau, terletak di dalam Nine Dash Line atau sembilan garis putus-putus milik Tiongkok. Namun, Indonesia menolak argumen tersebut dan tegas menyatakan bahwa Kepulauan Natuna adalah wilayah kedaulatan Indonesia sesuai dengan keputusan United Nation Convention of the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 atau Hukum Laut Internasional yang disahkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1982.Â
Nine Dash Line muncul dalam peta China pada tahun 1947. Tiongkok secara sengaja bermain di dalam "gray zone" dengan tidak memberikan definisi yang jelas mengenai makna hukum dari Nine Dash Line beserta hak-hak yang dimilikinya di dalam wilayah perairan tersebut. Hal ini menimbulkan bias penafsiran dan salah satu penyebab konflik di negara kawasan sekitar Laut China Selatan. Pemerintah Indonesia melalui Menteri Luar Negeri menyatakan bahwa sebenarnya Tiongkok adalah juga anggota yang menandatangani UNCLOS 1982. Adalah kewajiban anggota UNCLOS 1982 untuk taat hukum.
Yang terbaru, pada Agustus 2023, China's Ministry of Natural Resources menerbitkan peta baru, yang justru menambahkan 1 dash line di laut pantai timur Taiwan, hingga kini dikenal ten dash line. Hal ini memantik reaksi protes dari negara sekitar pemilik perairan di wilayah Laut China Selatan.
Â
Peta di SinoMaps Press menunjukkan  ten-dash line Tiongkok di Laut China Selatan.
Pada awal 2020, tiga kapal perang Republik Indonesia (KRI), yakni KRI Karel Satsuit Tubun (356), KRI Usman Harun (USH) 359, dan KRI Jhon Lie 358, mengusir kapal ikan Tiongkok saat mencari ikan di perairan Natuna Utara, Kepulauan Riau. Sejumlah 30 kapal Nelayan menangkap ikan di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia bahkan dengan kawalan Coast Guard Tiongkok. Kejadian ini hayalah satu diantara banyaknya kejadian trespassing dan illegal fishing kapa lasing di area Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di area Laut Natuna yang berbatasan dengan Laut China Selatan.
Berikut Peta Laut China Selatan, yang disederhanakan dengan memberi gambaran umum konflik/dispute di area Laut China Selatan.
Â
China menggunakan "nine dash line" sebagai dasar historis untuk mengklaim hampir semua wilayah perairan Laut China Selatan seluas 2 juta km persegi. Klaim sepihak ini melanggar ZEE sejumlah negara di Kawasan Laut China Selatan: Filipina, Malaysia, Indonesia, Brunei, Vietnam, dan kawasan Taiwan. Klaim ini tumpeng tindih dengan area ZEE Indonesia sebesar sekitar 83.000 km persegi atau 30% Â dari luas laut Indonesia di area Natuna.
Tidak hanya itu, beberapa konflik territorial yang pernah/masih terjadi antara lain:
- Dispute Malaysia-Vietnam atas wilayah laut tumpang tindih di Kepulauan Spratly.
- Brunei mengklaim wilayah laut berbentuk persegi panjang di tepi selatan Kepulauan Spratly, bersengketa dengan wilayah Malaysia.
Negara-negara seperti India, Jepang, dan Amerika Serikat juga terlibat sebagai aktor eksternal dalam sengketa Laut Cina Selatan. Walaupun tidak secara langsung memiliki area perairan di wilayah Laut China Selatan, negara-negara ini sangat berkepentingan dan bergantung dengan maritime trade, maritime traffic dan juga hasil alam Laut China Selatan.
Taktik "salami slicing" yang dilakukan Tiongkok di wilayah Laut Cina Selatan menyebabkan perselisihan dan meningkatnya ketegangan dengan negara tetangga di kawasan tersebut. Inti dari taktik ini adalah "mengiris/slicing" perlahan lahan sambil perlahan bergerak maju. Tiongkok secara konsisten berpatroli, bahkan mengawal nelayan illegal masuk ke ZEE negara tetangga. Reaksi awal adalah penolakan dan protes. Namun taktik ini merupakan taktik jangka Panjang, sehingga harapannya, negara tetangga "menyerah" dan akhirnya perlahan menyerahkan wilayah dan menyepakati kepentingan Tiongkok. Taktik ini juga bermain di "gray zone" dengan cara sengaja tidak mendefinisikan secara jelas arti nine/ten dash line, tidak mendaftarkan area sengketa dan menyelesaikannya di pengadilan internasional, sambal tetap mendorong aktivitas Tiongkok di area ZEE negara tetangga.
Tiongkok bahkan menimbun beberapa terumbu karang dan juga membuat pulau buatan, untuk dijadikan pangkalan militer.
Berikut Gambar salah satu pulau buatan di wilayah sengketa, yang direbut dan dibangun Tiongkok menjadi pangkalan militer, di kawasan Spratly Island.
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Admiral John C Aquilino, komandan Indo-Pasifik AS dalam wawancara dengan Associated Press (bulan Maret 2022) mengatakan bahwa selama 20 tahun terakhir, ada peningkatan militer terbesar sejak Perang Dunia II oleh People Republic of China (PRC). Tiongkok telah meningkatkan kemampuan dan persenjataan yang bisa mendestabilisisai wilayah Laut China Selatan. Yang dimaksudkan disini adalah pembangunan pulau artifisial di wilayah konflik Laur China Selatan, dan menjadikannya pangkalan militer. Tindakan ini disebutnya bertentangan dengan jaminan dari presiden China, Xi Jinping, bahwa Beijing tidak akan mengubah pulau-pulau buatan di perairan yang diperebutkan menjadi pangkalan militer. Ia menambahkan bahwa upaya pembuatan pangkalan militer di pulau-pulau buatan tersebut merupakan bagian dari upaya Tiongkok untuk menunjukkan kekuatan militer mereka.
AS melawan ekspansi militer Tiongkok di Laut Cina Selatan
Amerika Serikat (AS) dan Filipina menandatangani Enhanced Defense Cooperation Agreement (EDCA) pada 2014. Salah satu point penting yang disepakati antara Amerika Serikat dan Filipina adalah Filipina memberi Amerika Serikat akses ke lima pangkalan militer di Filipina: Fort Mangsaysay, Basa Air Base, Antonio Bautista Air Base, Mactan-Benito Abuen Air Base, dan Lumbia Air Base.Â
Â
Selain itu, pada April 2023, U.S. Department of Defense membuat immediate release untuk menambah empat lokasi baru untuk titik EDCA yakni: Naval Base Camilo Osias, Camp Melchor Dela Cruz, Balabac Island dan Lal-lo Airport.
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Menurut David Vine, professor political anthropology di American University in Washington, DC, Amerika Serikat diperkirakan memiliki 750 military bases di lebih dari 80 negara per Juli 2021, walaupun data asli mungkin lebih banyak tetapi tidak dirilis oleh Pentagon. Ini juga tersebar di kawasan dekat Laut China Selatan dan ASEAN. Military base di sekitar ASEAN dan Laut China Selatan antara lain terletak di: Korea Selatan, Jepang, Guam, Singapura, Australia, dan Filipina.
Â
Military base Amerika Serikat berupa titik-titik merah. Kawasan sekitar Laut China Selatan dan ASEAN di dalam lingkaran Merah.
Kehadiran Amerika Serikat di kawasan ini guna mengimbangi tekanan Tiongkok di Laut China Selatan dan ASEAN. Namun bila kurang cermat dan tanpa analisis yang tepat, adanya kekuatan dan pengaruh Amerika Serikat di area dekat Laut China Selatan justru berpotensi menambah ketegangan kawasan ASEAN dan Laut China Selatan.
Indonesia dengan luas wilayah laut dan kepulauan yang besar, dikelilingi oleh dua kekuatan negara adidaya. Khususnya terkait Laut Natuna Utara yang "diterobos" beririsan dengan klaim ten dash line Tiongkok merupakan Negara yang rawan destabilisasi secara geopolitik bila tidak waspada dan membangun pertahanan yang kuat.
Terkait military base, Indonesia pernah diterpa tudingan sepihak oleh Amerika Serikat pada 2020. The US Department of Defense menerbitkan laporan tahunan yang berjudul Military and Security Developments Involving the People's Republic of China 2020. Laporan itu menyebutkan bahwa Tiongkok akan mempertimbangkan membangun fasilitas logistic militernya, di beberapa negara termasuk Indonesia. Hal tersebut kemudian direspon secara tegas oleh Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi. "Saya tekankan dengan tegas bahwa berdasarkan prinsip politik luar negeri Indonesia, wilayah Indonesia tidak dapat dan tidak akan dijadikan pangkalan militer negara manapun," ujar Menlu Retno Marsudi saat menyampaikan keterangan pers secara virtual, pada Jumat 03 April 2020. Terkait laporan Pentagon, Kementerian Pertahanan Tiongkok Sementara itu, Kementerian Pertahanan China menyatakan bahwa laporan tersebut adalah salah tafsir total dan telah mencoreng reputasi militer China.
Lantas siapakah yang benar dalam hal ini? Amerika Serikat atau Tiongkok? Sebagai warga sipil kita tidak tau pasti. Tapi ada 2 hal yang patut menjadi perhatian kita. Pertama, kita harus mengapresiasi peran Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang secara tegas menyampaikan respon terkait laporan tersebut, dengan menyatakan bahwa Indonesia tidak dapat dan tidak akan dijadikan pangkalan militer negara asing manapun. Beliau menyampaikan prinsip tegas Indonesia sebagai negara non-blok (non-align). Kedua, Laporan Pentagon dan respon Kementerian Pertahanan Tiongkok menunjukkan tarikan hegemoni "Barat dan Timur" yang kuat terhadap Indonesia.
SENGKETA DAN PELANGGARAN KEDAULATAN WILAYAH DI LAUT NATUNA UTARA
Perselisihan Indonesia dan Tiongkok atas perairan Laut Natuna Utara bisa saja meningkat menjadi konflik besar di Asia Tenggara, jika tidak disikapi secara tepat. Secara khusus di perairan Laut Natuna Utara yang termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia, terjadi juga pelanggaran batas wilayah kedaulatan perairan dalam bentuk pencurian ikan. Kapal penangkap ikan asing, terutama dari Vietnam, Thailand, Malaysia, dan Tiongkok kerap dijumpai menangkap ikan secara ilegal (illegal fishing) di perairan ZEE Indonesia dan menimbulkan ancaman bagi nelayan lokal. Kapal-kapal ini mengambil ikan dalam jumlah besar, mengurangi populasi ikan, dan mengancam kelestarian terumbu karang. Kehadiran kapal asing memaksa nelayan lokal bersaing memperebutkan sumber daya milik Indonesia sendiri.
Â
Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI berhasil menangkap dua kapal ikan asing (KIA) asal Vietnam yang masuk wilayah perairan Indonesia secara ilegal. Selain masalah illegal fishing, dispute yang pernah terjadi dan beberapa masih belum selesai adalah sebagai berikut. Tabel ini berisi sengketa yang melibatkan baik wilayah perairan maupun pulau di wilayah Laut China Selatan.
Â
Â
Â
UPAYA PENYELESAIAN, DAN MITIGASI KONFLIK/SENGKETA TERKAIT LAUT CHINA SELATAN KHUSUSNYA WILAYAH LAUT NATUNA UTARA.
Berikut ini beberapa upaya yang perlu dilakukan untuk memitigasi konflik Laut China Selatan (Khususnya Laut Natuna Utara).
- Indonesia bukan negara claimant, tetap terus berpegang pada hukum universal yang berlaku secara internasional yaitu UNCLOS 1982. Termasuk berkomitmen mewujudkan Declaration of Cunduct (DOC) ASEAN-Tiongkok, yang telah disepakati Bersama.
- Sebagai contoh sikap (KSAL) Angkatan Laut Muhammad Ali patut kita cermati dan apresiasi. Terkait provokasi kapal Tiongkok dan kapal negara lain yang lalu-lalang di ZEE Indonesia, berdasarkan hukum internasional, kapal-kapal asing tersebut memang boleh berlayar di wilayah zona ekonomi eksklusif itu. "Kita punya hak berdaulat atas sumber daya laut. Jadi kalau mereka menangkap ikan atau melaksanakan eksplorasi ataupun eksploitasi sumber daya laut, itu yang dilarang. Itu harus seizin pemerintah Indonesia. Kalau dia hanya lalu lalang, itu diperbolehkan," kata KSAL. Pemerintah perlu bersikap tepat dan tenang terkait provokasi di ZEE. Kawasan ASEAN adalah kawasan produktif yang relative tenang di dunia. Seluruh negara ASEAN-Tiongkok harus didorong pengupayakan perdamaian di kawasan ini.
- Penguatan Alutsista Modern, Pelatihan/Drill Personil Pengamanan, dan pemutakhiran system pelacak (radar)
- Memperkuat diplomasi di kawasan ASEAN. Selalu mengedepankan "the Asian way" yaitu perundingan, kompromi dan mutual respect.Â
- Melakukan inventarisasi kawasan, administrasi record dan fakta sejarah, sebagai dokumen pendukung bila terjadi konflik wilayah di kemudian hari. Hal ini untuk mendukung comply dokumen yang sahih terhadap UNCLOS 1982.
- Jonathan G. Odom, judge advocate of the U.S. Navy, Professor of Law at the Daniel K. Inouye Asia-Pacific Center for Security Studies, dalam tulisannya South China Sea and Freedom of Navigation (FON) menekankan bahwa manajemen dan penyelesaian sengketa di Laut China Selatan harus melalui pendekatan yang taat terhadap aturan universal. Penyelesaian sengketa di area itu harus memisahkan antara "myth" dengan "fact". Dalam hal ini penyelesaian sengketa harus taat aturan yaitu: United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).
- Penguatan ekonomi nasional, R&D, dan pelibatan masyarakat pantai/nelayan di pulau terdampak sengketa, dalam jangka Panjang.
- Hal ini diwujudkan untuk melaksanakan program Negara dalam mewujudkan Poros Maritim Dunia :
- Budaya maritim: membangun kembali budaya maritim Indonesia melalui redefinisi identitas nasional Indonesia sebagai sebuah negara maritim.
- Ekonomi maritim: mengelola dan sekaligus melestarikan sumber daya maritim bangsa.
- Konektivitas maritim: memprioritaskan pembangunan infrastruktur maritim, pembangunan sarana dan prasarana perhubungan dan pariwisata laut.
- Diplomasi maritim: optimalisasi soft power dalam menangani ancaman regional dan peningkatan kerja sama bilateral dan multilateral di bidang maritim.
- Keamanan maritim: mempersiapkan hard power untuk memperkuat kekuatan pertahanan maritim Indonesia dalam usaha pengamanan wilayah Indonesia.
Dari fakta sejarah, kita mengetahui bahwa konflik terkait Laut China Selatan bisa berkepanjangan, rumit, terkadang muncul dengan tiba-tiba. Jangan lengah dan menganggap ekskalasi ketegangan tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Ancaman bias terjadi kapan saja, in the long run.Â
Kesimpulan diambil dari quotes Thucydides di awal artikel dapat diambil kesimpulan bahwa negara yang kuat mampu berbuat sekehendak hatinya. Negara yang lemah akan menanggung akibat dari "aksi" sang negara kuat. Manuver Tiongkok untuk membangun hegemoni superpowernya berlandaskan bahwa Tiongkok adalah negara kuat. Kuat secara perekonomian, militer, birokrasi, dan pengaruh global. Jika kita ingin mengimbangi hal ini, Indonesia harus jadi negara kuat secara ekonomi, diplomasi, pengaruh global, militer, dan memiliki birokrasi yang baik.
Artikel ini ditutup dengan men-sarikan salah satu pernyataan Menteri Pertahanan 2019-2024 Prabowo Subianto saat memberikan pembekalan pada perwira siswa (pasis) Pendidikan Reguler (Dikreg) Sekolah Staf dan Komando (Sesko) TNI Tahun Angkatan 2022 di Bandung, Senin (5/12/2022). Saat sesi tanya jawab, ada satu pertanyaan yang sangat berbobot, kurang lebih seperti ini: Masih relevankah Indonesia bersikap Non-Blok saat ini? Sebab tantangan global semakin besar. Menhan menjawab: Masih relevan tetapi ada satu syarat: Kita (Indonesia) harus kuat. Sebab sikap Non-Blok berarti kita harus mampu mandiri menghadapi persoalan dan tantangan. Jawaban tersebut sangat relevan dalam pembahasan konflik Laut China Selatan, yang merupakan panggung persaingan dua kekuatan besar.
DAFTAR SUMBER RUJUKAN DAN BACAAN LANJUTAN
Â
https://www.eia.gov/international/analysis/regions-of-interest/South_China_Sea
https://en.wikipedia.org/wiki/Timeline_of_the_South_China_Sea_dispute
https://www.fpri.org/article/2020/01/the-next-front-china-and-indonesia-in-the-south-china-sea/
https://www.youtube.com/watch?v=uwtnFTWs4zk: [How China's 'Salami Slicing' Tactics Spark South China Sea Tensions | WSJ U.S. vs. China]
https://www.wsj.com/articles/china-boxed-america-out-of-south-china-sea-military-d2833768
Jurnal
Assessing impacts to maritime shipping from marine chokepoint closures, Lincoln F. Pratson, Nicholas School of the Environment, Duke University, Durham, NC, 27708, USA.
https://ph.usembassy.gov/enhanced-defense-cooperation-agreement-edca-fact-sheet/
https://en.wikipedia.org/wiki/List_of_American_military_installations
https://ubique.americangeo.org/wp-content/uploads/2024/04/Screenshot-2024-04-18-at-10.06.08-AM.png
https://www.globaltimes.cn/page/202405/1312646.shtml
https://id.wikipedia.org/wiki/Sengketa_Pedra_Branca
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI