Di sini pengunjungnya lebih didominasi oleh pasangan muda-mudi atau sekelompok anak muda yang asyik mengambil foto. Tak jarang kami bertemu dengan pengunjung yang membawa peralatan kamera lengkap bak seorang fotografer profesional. Memang, pemandangan dari Jembatan Biru sangat menakjubkan. Apalagi pemandangan saat senja tiba. Masyaallah, luar biasa indahnya! Semburat warna jingga dipadu kerlipan air rawa yang bersinar cantik karena pantulan cahaya mentari yang sebentar lagi pulang ke peraduannya. Deretan pegunungan indah, antara Gunung Merbabu, Gunung Andong, dan Gunung Gajah Mungkur  yang mengelilingi rawa, kian menambah  anggunnya sang senja.
      Saat kami sampai di Jembatan biru, kami menyadari, bahwa air di Rawa Pening saat itu surut. Lalu kami melihat di bawah jembatan, ada bentangan sawah yang nyaris menutupi separuh rawa di sisi kiri jembatan.
      "Wah, kok ada sawah ya  disini sekarang? Padahal beberapa minggu yang lalu saat terakhir kami berkunjung, belum ada," gumamku keheranan melihat hijau dan suburnya sawah di area rawa.
      "Mas, ini sawahnya warga sini nggih?" tanyaku kepada anak muda sekira umur 24 tahun yang ternyata adalah satpam yang menjaga di kantor Pengelola Demaga Sumurup  yang mengelola Rawa Pening, termasuk menjaga dan membersihkan  tumbuh liarnya enceng gondok agar tak mudah terjadi sedimentasi di rawa pening.
      "Saat ini, Demak butuh air untuk mengairi sawah mereka di sana Buk, jadi pintu air yang ada di Tuntang dibuka agar airnya mengalir sampai ke Demak," kata Mas Satpam itu menjelaskan.
      "Oh, makanya airnya susut banyak ya Mas?" lanjutku bertanya.
      "Iya Buk, sekitar 2 meter surutnya, ditambah lagi musim kemarau sudah mulai datang. Banyak tanaman enceng gondok yang kering dan mati."
      Nah, selain dari mencari ikan, masyarakat juga memanfaatkan keberadaan enceng gondok yang tumbuh subur di area rawa. Mereka acap kali menjemur batang-batang eceng gondok di tepian rel hingga kering. Setelah itu, mereka akan menjualnya melalui pengepul untuk kemudian dikirim lagi ke industri rumahan yang memproduksi  berbagai kerajinan, seperti tas, sepatu, sandal, kursi, meja, vas bunga, almari, sketsel, dan berbagai komoditi menarik lainnya.
      Pencaharian lain dari masyarakat Dusun Sumurup? Hmm, ternyata masih cukup banyak. Rawa Pening benar-benar menjadi tempat bergantung sebagian besar masyarakat di Dusun Sumurup untuk mendapatkan penghasilan.
      Di Dusun Sumurup, banyak sekali warung makan apung yang menyediakan berbagai menu  khas berbahan dasar ikan. Sungguh nikmat, menyantap ikan mujahir bakar lengkap dengan lalapan, sambal dan oseng genjer, khas Rawa Pening sembari memandang luasnya rawa pening dan lalu lalangnya nelayan mendayung perahu kecil mereka sambil sesekali menebarkan jaringnya. Acap kali saya dan beberapa rekan guru Paud, berkunjung ke salah satu warung apung untuk sekedar makan bersama sambil refreshing. Harganya cukup murah dan terjangkau, rasa masakannya-pun standar, tak kalah dengan rumah makan besar di kota.
      Tuuutt....tuuuttt... tuuutttt.....Tuiitttt... jess .. jesssss... jessss....