"Bu, pecelnya 2 bungkus, mendoan dan tahu isinya 5, dan dua bungkus teh panas nggih," pintaku kepada Ibu pemilik warung yang sudah hafal dengan kami. Menu gablok  pecel dengan sayuran genjer dan beberapa gorengan, cukup murah, meriah dan  mengenyangkan untuk sarapan pagi, bagi saya dan suami. Ternyata, kami harus menunggu antrian dilayani Ibu pemilik warung pecel yang cukup ramai saat itu, karena sebagian para pemancing juga membeli bekal makanan untuk mereka santap sambil memancing nanti.   Â
      Dusun Sumurup,  merupakan salah satu surga bagi mereka yang hobi memancing. Para pemancing tidak hanya datang dari sekitar Ambarawa saja, namun dari berbagai wilayah bahkan dari kota  Salatiga, Semarang, Magelang, Kendal, bahkan Jogjakarta! Hanya untuk sekedar menyalurkan kegemaran dan menikmati hobi mereka memancing. Ada yang datang sendiri, pernah  juga ada yang datang berombongan sampai  3 mobil penuh bersama keluarga. Selain memancing, mungkin mereka memanfaatkan waktu untuk piknik bersama keluarga.
      Karena sering berjalan-jalan di situ, saya dan suami jadi tahu tentang  perlengkapan memancing mereka. Tak jarang kami mengobrol dengan mereka sambil duduk di tepi rawa, sambil menunggu umpan mereka dimakan oleh ikan.  Mulai dari pakaian khusus lengkap dengan topi sebagai penahan panas, kacamata gelap khusus untuk memancing, joran atau alat pancing, lumut, cacing dan udang kecil sebagai umpan, ember tempat wadah ikan hasil pancingan dan tak lupa bekal makan dan minum yang sudah mereka siapkan sebelumnya.
      "Saking pundi Mas?" tanya suamiku kepada seseorang yang sedang asyik menunggui umpannya disambar ikan.
      "Magelang Pak," jawabnya sopan.
      "Saking griyo jam pinten wau?" lanjut suamiku penasaran.
      "Bibar subuh wau, Pak,"
      "Oh, piyambakan?"
      "Enggih, Pak, namung kangge refreshing kemawon, sak sampunipun nyambut damel wonten pabrik, Pak," lanjut mas-mas yang usianya sekira 23-25 tahun.
      Sebuah percakapan sederhana yang sering dilontarkan suamiku, saat bertemu dengan para pemancing yang bertemu dengan kami, saat kami berjalan menyusuri rel kereta api di tepian rawa.
      Pernah suatu ketika, kami bertemu dengan pemancing yang berhasil mendapatkan seekor ikan gabus yang berukuran cukup besar, sebesar lengan orang dewasa.