"Kalau cuma diam di rumah, badan saya terasa sakit semua Mbak, dari kecil saya sudah terbiasa bekerja keras membantu almarhum bapak saya di sini, makanya saya lebih memilih tinggal di sini dari pada ikut anak-anak di kota, supaya saya ada kegiatan di masa tua saya," ujarnya dengan ramah kepada kami. Â
      Masyaallah! Beliau penduduk asli dusun Sumurup yang dari sejak lahir hingga sekarang masih tetap bertempat tinggal di dusun itu. Dari Bapak itu, kami mendapat banyak cerita sejarah, tentang keberadaan rawa pening termasuk di masa penjajahan Belanda dan Jepang. Rasanya kami tak mau beranjak pergi, karena asyik mendengarkan cerita beliau yang sangat ramah dan "nyedulur."
      " Monggo Mas, mampir ke gubug saya, itu ndak jauh kok dari sini" pinta beliau sambil menujuk sebuah rumah sederhana, setelah kami pamit untuk meneruskan langkah kami menyusuri tepian rawa.
      "Nggih, Pak, Inshaallah lain waktu kami mampir, " jawabku dengan sopan sambil menyalami bapak yang akhirnya kami tahu bernama Pak Wongso.  Â
      Pengalaman lain kami, selain bertemu dengan pemancing, juga bertemu dengan para nelayan yang menaiki perahu kecilnya mendayung sambil sesekali berhenti di suatu tempat yang sudah ditandai, untuk menarik keramba yang berbentuk persegi panjang berukuran sekitar 30 cm x 50 cm. Keramba ini terbuat dari kawat, yang diikat dengan sebuah tali dengan tujuan agar keramba tersebut tidak terbawa arus setelah di letakkan semalaman di air rawa.
      "Angsal nopo Pak?" tanyaku penasaran.
      "Lobster Buk,"
      "Hah, ternyata ada lobster di rawa ini?"
      "Nggih Buk,"
      "Saya pikir, lobster hanya ada di lautan saja, ternyata di rawa juga ada ya Pah," ucapku lirih kepada suamiku.
      Saat itu, kebetulan kami berada di sebuah jembatan yang terkenal dengan sebutan Jembatan Biru". Mungkin karena warna cat-nya, orang menyembutnya dengan nama Jembatan Biru. Di area ini, ada persewaan perahu bagi pengunjung yang ingin menyusuri indahnya rawa pening dengan berperahu. Perlengkapan keselamatannya-pun cukup memadai bagi setiap penumpang. Suguhan pemandangan cantik dan pengalaman tak terlupakan, ditawarkan bagi pengunjung yang berani menyusuri luasnya rawa pening dari jembatan biru sampai ke Bukit Cinta, Ambarawa  dengan berperahu. Beayanya  relatif cukup murah, sekitar 100- 150 ribu per perahu.