Nyaris semua masyarakat yang dikunjungi dengan ramah menawarkan menu ini, selain jajanan khas yang lain. Ini adalah salah satu bentuk keramahtamahan bangsa Indonesia dan salah satu ajaran dalam Islam, untuk memuliakan tamu dengan menyuguhkan hidangan terbaik mereka. Ada kalanya anak-anak santri menolak dengan halus tawaran warga yang mereka kunjungi, karena mereka ingat pesan Maryam untuk tidak berlebihan makan. Tapi tidak dengan si Gembul Mamad. Ia tetap menyantap apapun yang dihidangkan di hadapannya tanpa memperhitungkan kondisi perutnya yang sebetulnya sudah terlalu penuh.
      Setelah hampir semua warga mereka kunjungi, Mamad tiba-tiba berhenti, tangannya memegangi perutnya. Wajahnya pucat pasi, keringat mengalir dari dahinya.
      "Bu Ustadz ... eemm ... bo .. mm ... boleh saya pulang duluan?" ucap Mamad tiba-tiba dengan wajah pucat pasi.
      "Ada apa Mad? Kamu sakit?" Tinggal sebentar lagi acara kita ujung-ujung selesai hlo ...," kata Maryam pelan.
      "Pe .. peerruut sayaa ... sakiiit Buuu ....., " Mamad sudah tak bisa menahan lagi perutnya. Rasa mulas yang tiba-tiba datang membuatnya lari secepat kilat ke rumahnya berbarengan dengan itu tiba-tiba terdengar suara yang tak asing diikuti oleh bau yang luar biasa menusuk hidung. Broott ... broot .... brroottt .......!!! Sontak teman-temannya  menutup hidung sambil tertawa melihat Si Gembul Mamad lari dengan memegangi perutnya.
      "Mamad ... Mamad ... ," Maryam hanya bisa menggelengkan kepala dan ikut tertawa menyaksikan santrinya yang satu ini.
~ Yfs ~
Ambarawa, Lebaran #1 Â (April 2023)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H