Mohon tunggu...
Yossie Fadlila Susanti
Yossie Fadlila Susanti Mohon Tunggu... Guru - Pendidik PAUD

Travelling susur tempat bersejarah seperti candi-candi peninggalan nenek moyang, bangunan kuno, dan mengulik sejarahnya adalah hal yang sangat saya sukai disamping profesi sebagai pendidik anak usia dini.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Tas Tangan Astri

21 April 2023   08:37 Diperbarui: 22 April 2023   03:39 813
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

          

            Menjelang H - 3 Idul Fitri, Astri masih saja sibuk mengejar deadline laporan-laporannya. Planningnya, libur Idul fitri tahun ini, ia akan sekalian menambah cuti tahunannya yang masih tersisa. Makanya ia bertekad untuk merampungkan urusan pekerjaannya terlebih dahulu.

            Sudah dua tahun ini Astri menyisihkan tabungannya supaya keluarga kecilnya bisa liburan ke Negeri Kincir Angin sekalian bareng Mbak Nanda dan keluarganya, yang akan pulang kembali ke Belanda.

            Tiket sudah dipesan jauh hari. Pengajuan cuti Mas Bram juga sudah disetujui.  Tinggal packing beberapa pernak-pernik lagi. Beres. Harusnya tahun kemarin mereka pergi ke Belanda, untuk menyambangi kakak perempuan Astri. Tapi waktu itu, Azka, putra keduanya sedang dalam kondisi kurang sehat.

            Setumpuk berkas masih berada di atas mejanya.

            "Hari ini, harus selesai semuanya," ucapnya sambil meregangkan badannya di atas kursi kerjanya sambil menghela nafas. Matanya melirik ke arah jam digital yang ada di meja.

            "Subhanallah ... sudah jam 14.30? " ujar Astri. Ia tak mengira waktu sudah sesore ini. Di ruangan itu hanya tinggal dia seorang diri. Perusahaan tempatnya bekerja, mengeluarkan pengumuman libur dan cuti bersama Idul Fitri tahun ini sudah mulai  besok pagi hingga satu minggu ke depan. Dan hari ini adalah hari terakhir,  jam kantor hanya sampai jam 13.00 wib.

            Astri sudah berbicara dengan Pak Wiryo, satpam perusahaan untuk merampungkan pekerjaannya sampai jam 16.00 wib.

            "Baik Bu, saya akan berjaga di Pos depan, Ibu jangan khawatir. Kalau perlu sesuatu, telpon saja," ucap Pak Wiryo.

            Sebetulnya, Astri bisa saja minta bantuan Dewi, Asistennya untuk membantu  menyelesaikan pekerjaannya, tapi ia tidak tega. Dewi baru saja masuk kerja setelah cuti melahirkan anaknya yang ke 2.

            "It's okey lah, aku hari ini berpayah ria dulu, besok cuti panjaaaang ..... liburan ke Belanda," gumamnya sambil membayangkan tempat-tempat mana saja yang akan Astri dan keluarganya datangi.

            Si kecil Azka baru saja menelepon, nampaknya ia sudah tak sabar menunggu ibunya pulang. Ya, tahun ini adalah pertama kali Azka akan diajak pelesiran ke luar negeri. Apalagi mereka akan bersama dengan Mas Arya, putra Mbak Nanda yang ragil. Mereka berdua nyaris seumuran.  Hanya bertaut sekitar dua tahunan saja. Momen ramadan tahun ini betul-betul momen heboh mereka jika sedang bertemu. Seperti waktu Arya diajak Azka ke masjid untuk ikut berbuka bersama anak-anak TPQ. Acap kali, Arya kepo tentang jajanan tradisional yang ia dapat saat berbuka. Mbak Nanda memang tidak begitu suka memasak. Ia jarang mengenalkan jajanan tradisional Indonesia kepada anak-anaknya. Kesempatan yang diperoleh  adalah ketika ada festival budaya  tradisional Indonesia di Kedutaan pada waktu-waktu khusus, HUT RI misalnya. Jauh berbeda dengan adiknya Astri yang jago masak.

            "Iya, Dik, Mamah sudah selesai, ini Mamah sudah siap-siap pulang, sabar ya ...," jawab Astri saat Azka meneleponnya untuk yang kesekian kali.  Akhirnya, pukul 16.10 wib Astri sudah bersiap pulang. Hari ini tak ada berkas yang dibawa pulang seperti biasanya. Setelah mengunci pintu ruang Astri bergegas menuju ke parkiran.

            "Pak Wir, terima kasih ya sudah menemani sampai sore. Selamat berlebaran bersama keluarga ya Pak," kata Astri saat mobilnya melewati Pos Satpam.

            Mbok Yah, asisten rumah tangga Astri sudah pulang kampung sejak 3 hari lalu. Otomatis Astri-lah yang harus menghendel semua pekerjaan Mbok Yah. Untuk hari ini, menu untuk berbuka Astri berniat untuk membeli saja. Jelang Idul Fitri, selera makan anak-anak dan suami sudah kurang begitu bersemangat. Apalagi  ditambah kesibukan Astri di kantor akhir-akhir ini,  bahan yang wajib tersedia di dapur adalah telur! Bisa dibuat dadar telur, omelet mie telur, tahu telur, bacem telur, balado telur, disamping menu rendang yang sering dibuat Astri untuk pesanan teman-teman kantornya.

            "Mah, kayaknya buka puasa dengan rujak cingur enak ya ..." celetuk Mas Bram saat menelepon istrinya. Rupanya Mas Bram yang asli Surabaya itu kangen kuliner khas tanah kelahirannya.

            "Iya, iya, siap Pak Bos, pulang ngantor nanti aku mampir ke warung Kuliner Surabaya langganan kita, sekalian beli gado-gado untuk anak-anak," jawab Astri.

            Astri meluncur  menuju ke warung kuliner langganannya sekeluar dari kantornya. Sepanjang jalan Astri masih memikirkan beberapa barang yang belum dipersiapkannya jelang keberangkatan ke Belanda. Selesai mendapatkan pesanan Mas Bram, Astri segera meluncur pulang kembali ke rumah. Ia sengaja melebihkan pesananannya, dengan harapan bisa berbagi dengan orang-orang yang ditemuinya di jalan. 10 paket berisi gado-gado dan es teh pun  akhirnya habis dalam perjalanan menuju ke rumah. Tak lupa ia menyelipkan sebuah amplop mungil sebagai sodakohnya.

            Waktu sudah menunjukkan pukul 5 lebih 20 menit  saat ia sampai di gerbang depan rumahnya.  Astri  segera turun dari mobil untuk membuka pintu gerbang rumahnya. Sebenarnya ia bisa saja minta bantuan Mas Bram suaminya untuk membukakan pintu. Tapi ia tak mau merepotkan suaminya kali ini.  Tak apalah sesekali ia turun dan membuka sendiri. Sekilas ia melihat seorang bapak-bapak paruh baya sedang mengorek-orek bak sampah di depan rumahnya. Di punggung pemulung itu,  terlihat sebuah karung yang sepertinya cukup berat.

            "Pak, ini ada sedikit rejeki untuk berbuka hari ini ya," tiba-tiba Astri mengulurkan sebungkus gado-gado dan 1 cup es teh kepada pemulung itu. Bapak pemulung itu pun menoleh ke arah Astri sambil mengucapkan terima kasih. Lalu ia melanjutkan pekerjaannya mengorek sampah. Seharusnya sebungkus gado-gado itu adalah makanan berbuka puasanya, tapi ia memutuskan untuk memberikannya kepada bapak pemulung itu.

            "Aku masih punya simpanan rendang, biar aku buka pakai itu saja," gumamnya saat itu.   

            Beres memarkirkan mobil di garasi, Astri segera mengeluarkan pesanan rujak cingur Mas Bram, gado-gado untuk anak-anak, beberapa camilan, serta beberapa cup es teller. Anak-anak segera berhamburan keluar untuk membantu ibunya. Astri segera menutup pintu gerbang dan mereka pun berjalan beriringan masuk ke dalam rumah.

            Sejenak Astri merasa ada sesuatu yang mengganggu perasaannya, tapi entah, ia susah untuk mengingatnya.

            "Ahh, nantilah, lebih baik aku segera mandi dan menyiapkan buka puasa untuk anak-anak dan Mas Bram," pikirnya sambil berjalan masuk.

            Sudah beberapa hari mereka makan dengan menu berbahan utama telur. Dan hari ini Mas Bram sangat bersemangat sekali menyantap rujak cingurnya lengkap dengan kerupuk dan es teler. Anak-anak pun suka dengan gado-gadonya.

            "Alhamdulillah, terima kasih rujak cingurnya Mah, benar-benar luar biasa," kata Mas Bram puas. Lebaran tahun lalu,  mereka habiskan di kota tempat kelahiran Mas Bram. Dan tahun ini Inshaallah mereka liburan ke Negeri Belanda sesuai planning.

            Sampai selesai shalat magrib pun, Astri masih seperti merasakan sesuatu, tapi entah apa! Ia belum juga menemukannya.  Masalah pekerjaan sudah ia bereskan semuanya, jadi ia bisa tenang berlibur nantinya.

            "Hemm ... apa ya, kok perasaanku jadi gak enak ya Pah?" kata Astri kepada suaminya.

            "Mungkin karena Mamah kecapekan, hari ini Mamah shalat tarawih di rumah saja, biar aku sama anak-anak ke masjid," ucap suaminya. Astri mengangguk tanda setuju. Ia memang merasa capek dan butuh istirahat. Ia bermaksud untuk tidur barang beberapa menit, lalu baru shalat isya dan tarawih di rumah.

            Setelah anak-anak dan Mas Bram berangkat ke masjid, Astri segera membaringkan tubuhnya ke ranjang. Matanya terpejam, tapi pikirannya serasa melanglang buana ke negeri antah berantah. Tak berapa lama, ia ingin menghubungi Mbak Nanda untuk menanyakan persiapan  merayakan Idul Fitri di rumah Ibu mereka. Asri bangkit dari  ranjangnya, lalu berjalan  mencari  gawainya.  Tak ada! Di meja rias, di meja kerja, di ranjang, pun tak ada. Memang setelah keluar kantor ia tak lagi memegang gawainya. Astri gugup.

            "Oh, di tasku, di mana tasku!" Astri semakin gugup. " Oh, masih di mobil!" spontan Astri berlari keluar rumah menuju ke garasinya. Tangannya meraih hendel pintu dan membukanya.

            "Apa aku lupa mengunci mobil ya?" gumam Astri ketika menyadari bahwa pintu mobilnya tidak dalam keadaan terkunci. Ternyata di mobil pun ia tak menemukan tasnya! Astri mulai panik. Semua barang pentingnya masih ada di dalam tas itu. Dan kini tasnya hilang! Ia ingat uang yang ada di dompetnya tidak terlalu banyak, mungkin hanya beberapa ratus ribu saja. Tapi surat-surat penting, kartu-kartu ATM, dan kartu penting lainnya yang ia perlukan untuk terbang liburan ke Belanda-lah  yang ia pikirkan. Mas Bram masih di masjid dan pasti dia tak akan membawa gawainya. Astri masih berpikir keras mengenai keberadaan tasnya.

            "Kalau tertinggal di warung rujak cingur, sepertinya tidak mungkin, karena aku masih memegang tasku saat membayar rujak cingur waktu itu, lalu di mana ...," gumam Astri lirih, wajahnya makin menampakkan kekalutannya. Lalu ia kembali masuk ke dalam rumah, sambil berusaha menenangkan dirinya.

            "Astaghfirullahaladziim, Ya Allah, ampunilah hambamu ini ...," Astri nelangsa di dalam kamarnya.

            Setelah sekitar 10 menit menenangkan diri, Astri teringat bahwa ia harus mengecek CCTV yang kameranya menyorot bagian luar pagar rumahnya, siapa tahu ia bisa menemukan jawaban di sana. Tangannya bergetar saat menghidupkan layar monitor. Ia tak tahu apakah ia akan mendapatkan jawaban atau tidak. Beberapa detik kemudian, Astri membeku seketika! Di layar monitor Astri meyaksikan, ada 2 orang pengendara bermotor berhenti tepat di belakang mobilnya. Lalu salah satu dari mereka turun dan membuka pintu bagian penumpang dan mengambil tasnya saat ia sedang membuka pintu pagar rumahnya.

            "Astaghfirullahaladzim ... !!!" pekiknya keras.

            "Ya Allah, tasku mereka ambil ...," wajahnya terasa panas, air matanya mengalir tak tertahankan.

            "Oh, bagaimana ini, apa yang harus aku lakukan?" Astri kembali panik. Ia memutuskan untuk menunggu Mas Bram pulang dari tarawih dan kemudian bermaksud melapor ke kantor polisi. Satu jam berlalu, Mas Bram dan anak-anak belum juga pulang. Astri makin gelisah. Tetiba ia mendengar suara bel pintu berbunyi. Kalau Mas Bram dan anak-anak tak mungkin mereka membunyikan bel pintu. Atau mereka sedang iseng? Ia takut jika pencuri itu kembali lagi dan bermaksud lebih jahat lagi.

            Akhirnya, Astri memberanikan diri  pergi ke depan untuk membuka pintu pagar rumahnya. Dan Astri terkesiap! Dilihatnya ada dua orang polisi berdiri tepat di hadapannya. Astri  gugup, ia berdiri mematung tanpa sepatah kata keluar dari mulutnya.

            "Selamat malam Ibu, maaf kami dari kepolisian, mohon ijin mengganggu waktu istirahat Ibu sebentar," ucap salah satu polisi itu sopan.

            "Oh, iya, mari-mari masuk Pak," Astri mempersilakan mereka masuk dan duduk di ruang tamu. Ia belum berpikir bahwa kedatangan ke dua polisi itu berkaitan dengan tasnya yang hilang. Tak berapa lama, Mas Bram dan anak-anak pun datang dari shalat tarawihnya. Suaminya pun tak kalah kaget dengan kedatangan ke dua polisi itu ke rumahnya.

            "Sekarang, Pak Gino sudah di rumah sakit untuk mendapatkan perawatan Pak, Bu, ada dua luka yang cukup besar akibat sabetan senjata tajam yang di arahkan oleh pencuri itu. Berkat Pak Gino-lah kami bisa mengamankan tas Ibu, Alhamdulillah semua masih utuh, dua orang pencuri itu juga sudah kami amankan." Polisi itu menjelaskan runtutan kejadian yang tak terduga sore tadi. 

              Mendengar penjelasan polisi itu, Astri dan Mas Bram lega tak terkira. Tapi kondisi Pak Gino, pemulung yang tadi sore dilihat Astri mengorek-orek bak sampahnya cukup serius. 

              Ketika Astri menutup pintu pagar rumahnya kembali, ia memang sempat mendengar ada suara gaduh di luar pagar, tapi ia tak menyangka bahwa tasnya dicuri saat itu. Astri buru-buru masuk ke dalam rumah, karena  berpikir bahwa ia harus segera menyiapkan menu buka untuk puasa keluarganya. Pak Gino-lah yang memergoki mereka dan mencoba mengahalangi kedua pencuri itu melarikan diri. Akibatnya dua sabetan senjata tajam mendarat ke tubuh rentanya. Pak Gino terkapar bersimbah darah. Masyarakat yang mengetahui hal itu, segera membantu dan berhasil menangkap kedua pencuri itu.

            Peristiwa itu terjadi begitu cepat. Sehingga pada waktu Mas Bram dan anak-anak keluar untuk pergi shalat tarawih, masyarakat sudah membubarkan diri untuk segera berbuka di rumah masing-masing.

            Astri akhirnya menyadari, mengapa ia merasa ada sesuatu yang membuatnya gelisah dan tak nyaman sejak turun dari mobil tadi sore. Saat itu ia agak kerepotan membawa beberapa makan yang dibelinya untuk persiapan berbuka, dan ia tak menyadari bahwa tasnya hilang. Dan kedua pencuri itu memanfaatkan kelengahan Astri.

            Malam itu, Astri dan Mas Bram segera pergi ke kantor polisi untuk membuat laporan, sekaligus menunjukkan bukti rekaman CCTV tentang pencurian itu. Usai membuat laporan, mereka pergi mengunjungi Pak Gino di rumah sakit.

            Astri tak mampu membendung air matanya tatkala melihat kondisi Pak Gino, sang pemulung yang masih dalam kondisi tak sadar. Seorang wanita berusia paruh baya, berada di dekat Pak Gino. Astri segera memeluknya, dan mengucapkan terima kasih. Ia tahu Ibu itu adalah istri Pak Gino. Haru biru memenuhi ruangan di mana Pak Gino di rawat.

             Pak Gino dan Mbok Seni memang tak mempunyai anak, mereka hanya hidup berdua  di sebuah rumah bedeng yang tak layak huni. Untuk makan sehari-hari, mereka mencari uang dengan cara memulung barang-barang bekas di sampah untuk dijual ke pengepul.

            Beberapa bulan berlalu, Pak Gino yang sudah sehat kembali, kini dipercaya Mas Bram untuk membantunya merawat halaman dan menjaga rumah mereka. Dan Mbok Seni, istri Pak Gino membantu Astri sebagai asisten rumah tangga mendampingi Mbok Yah, asisten rumah tangga lamanya. Namun Astri dan Mas Bram sudah menganggap mereka sebagai bagian dari keluarga sendiri.  Rumah mereka pun makin semarak dengan kehadiran Pak Gino dan Mbok Seni. Alhamdulillah.

~ Yfs ~

Ambarawa, 21 April 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun