Ia tak berani menoleh ke belakang. Ia hanya berani melihat dari sudut mata dan terus waspada. Saat ini, belum terlalu malam, masih sore dan jalanan juga ramai dengan para pejalan kaki.
      Beberapa meter di depan, Tari melihat sebuah Coffee Shop. Ia melirik ke tangannya, jam digitalnya menunjukkan pukul 19.45. Ia teringat, itu artinya sekitar 20 menit lagi, waktu berbuka puasa di area ini akan tiba. Pasti banyak pengunjung yang datang.  Ia berencana untuk masuk dan mencari perlindungan di sana. Siapa tahu ada orang yang bisa dimintai pertolongan. Sambil menelepon Nissa atau memesan taxi.
      Tari langsung mencari kursi kosong yang terletak di bagian sudut, supaya kalau lelaki kurus itu ikut masuk ke kedai minum itu, ia bisa mengawasi gerak-geriknya.
      "Good evening, Ma'am. Welcome to our cafe. (Selamat sore, Bu. Selamat datang di kafe kami)," seorang Waiter datang menghampiri Tari.
      "What can I do for you?" (Apa yang bisa saya bantu?)  lanjut sang waiter.
      "Is there anything that you would like to have? (Apa ada menu yang ingin Anda pesan?)
      "Yes, i need a table for two persons," (Ya, saya butuh meja untuk dua orang) Tari berniat menelepon Nissa untuk datang ke cafe itu dan menjemputnya. Ia benar-benar sudah mulai ketakutan, karena ia belum mengenal betul area ini.
      "What would you like to have?" (Anda ingin memesan menu apa?) tanyanya sambil menyodorkan buku menu di hadapan Tari.
      "Can i take a look at your menu, please? I have to choose the drink myself,"Â
      (Apa saya bisa melihat menunya? Saya harus memilih minumannya sendiri.)
      "I would like two sandwich, two fresh pinapple juices, iced lemon tea, a coke and two mineral water," (Ya. Saya  pesan dua roti lapis, dua jus nanas, es teh lemon, cola dan dua air mineral.)