Aku terdiam di sekitar semak-semak depan pos penjaga. Dua orang manusia duduk di depan televisi. Hari sudah larut malam. Gedung yang kami tuju sudah sepi.Â
Kusi menunjuk jalan di samping ruang utama. Memintaku mengikutinya.Â
"Serius bosmu di sana?" Tanyaku ragu.Â
"Ayolah Nei, kamu tak akan menyesal." dia berlari mendahuluiku. Aku menimbang sejenak.
Kepalang basah. Aku berlari di belakang Kusi.Â
Langkahku terhenti di depan pintu yang separuh terbuka. Perasaanku tak karuan. Memasuki gedung ini saja sudah membuatku ragu. Kini kakiku sampai di depan pintu ruangan manusia.Â
Bagaimana jika ada orang di dalam sana? Bagaimana jika dia punya kucing? Atau anjing? Bagaimana jika ia memukulku dengan sapu?Â
Berbagai pertanyaan singgah di kepalaku.Â
"Ayo." Kusi mendorongku.
Cahaya di dalam ruangan tak sepenuhnya terang. Hanya lampu kerja yang benar-benar menyala. Seorang manusia tampak membaca buku. Wajahnya tak terlihat.Â
"Ciiiit ciiiit ciiit...." Aku mencicit panik ketakutan. Menyembunyikan diri di belakang hadiah yang dibawa Kusi.