Kamis Pahing menunjukkan adanya identitas etnis Jawa yang berasal dari warisan leluhur dan juga tradisi Jawa. Hal ini dibuktikan dari penggunaan pakaian adat yang dilakukan oleh masyarakat Jawa ketika Kamis Pahing. Selain itu, Kamis Pahing tidak hanya menunjukkan hari spesial, namun juga untuk melestarikan budaya yang telah dilakukan secara turun temurun oleh leluhur.
Dahulu, para leluhur selalu menggunakan pakaian adat, seperti kebaya dan surjan dalam kegiatan sehari-hari, terutama dilakukan oleh Abdi Dalem Keraton. Keraton Yogyakarta sangat menjunjung tinggi nilai budaya untuk diterapkan. Bahkan, tidak hanya mengenai pakaian adat, namun seluruh kebudayaan Ngayogyakarta dilakukan dari generasi ke generasi hingga akhirnya menjadi kebiasaan.
Tidak hanya di Yogyakarta, namun juga di seluruh Indonesia bahwa setiap daerah memiliki budayanya masing-masing yang harus dilestarikan. Dengan keberagaman budaya yang dimiliki menunjukkan adanya perbedaan di setiap daerah hingga membentuk suatu identitas daerah atau regional identity.
Samovar menyatakan bahwa perbedaan budaya antar daerah dapat diwujudkan melalui etnis, bahasa, aksen, dialek, adat istiadat, makanan, pakaian, maupun warisan sejarah serta politik yang berbeda dan penduduk dalam suatu wilayah menggunakan satu atau beberapa karakteristik tersebut untuk menunjukkan identitas daerahnya (Samovar, dkk., 2013, h. 221).
Untuk daerah Yogyakarta, Kamis Pahing adalah salah satu budaya yang diterapkan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X selaku gubernur sebagai bentuk pelestarian budaya dan sekaligus menjadi identitas daerah warga kota Yogyakarta.
Identitas daerah ditunjukkan dari penggunaan pakaian adat yang dilakukan oleh masyarakat Yogyakarta setiap hari Kamis Pahing. Selain itu, penggunaan pakaian adat tradisional berupa kebaya maupun surjan tersebut juga digunakan ketika melakukan adat istiadat Ngayogyakarta.
Dengan dibiasakannya seluruh masyarakat Yogyakarta untuk menerapkan budaya Kamis Pahing tersebut, dapat semakin mempertahankan budaya yang sudah ada sejak zaman dahulu. Masyarakat yang paling diutamakan untuk menggunakan pakaian adat tradisional adalah pelajar dan pegawai negeri sipil.
Pelajar merupakan generasi muda yang akan melestarikan budaya di generasi berikutnya. Selain itu, identitas budaya dapat ditetapkan sejak kecil diawali dengan bimbingan dari orang tua.
Melihat hal tersebut, sesuai dengan yang disebutkan oleh Samovar bahwa setelah identitas ditetapkan, maka identitas dapat dilakukan dengan berbagai cara, dimulai dari masa kanak-kanak berlanjut hingga remaja dan dewasa (Samovar, dkk. , 2013, p. 227).
Begitu juga dengan identitas budaya masyarakat Yogyakarta yang berupa Kamis Pahing ditunjukkan dengan pelajar yang wajib mengenakan pakaian adat Jawa ketika Kamis Pahing. Dengan terbiasanya para generasi muda mengikuti budaya Kamis Pahing tersebut maka dapat melestarikan dan mengenalkan budaya Yogyakarta ke generasi berikutnya.
Identitas budaya dapat dilihat melalui berbagai cara. Dalam menentukan identitas budaya dapat dilihat melalui keterlibatannya dalam acara peringatan (Samovar, dkk. , 2013, p. 227).