Tapi, aksi boikot Si Putih justru menunjukkan sisi kekanakan mereka. Tim ini memang superior, tapi bukan berarti performa di level antarnegara atau liga top Eropa lain tak masuk hitungan. Andai tak ada kompetisi antarnegara, podium Ballon D'Or pasti sudah "dikuasai" para pemain Los Merengues.
Situasi "sapu bersih podium" ini kebetulan muncul di kategori sepak bola wanita, dengan Aitana Bonmati (Spanyol), Caroline Graham Hansen (Norwegia), dan Salma Paralluelo (Spanyol) menguasai peringkat tiga besar.Â
Trio pemain Barcelona Femeni ini menyapu bersih podium, seturut keberhasilan tim sepak bola wanita Barcelona meraih Treble Winner.Â
Parameter ini menjadi valid, karena sepak bola wanita hanya menggelar Olimpiade di tahun 2024, dengan Spanyol yang turut diperkuat Bonmati dan Paralluelo menembus babak semifinal.Â
Kalau Real Madrid "ngambek" karena ini, rasanya kurang pantas. Apalagi, sebagai klub asal Spanyol, mereka seharusnya tidak menepikan fakta, soal bagaimana performa Timnas Spanyol di Euro dan Olimpiade 2024.Â
Seperti diketahui, Tim Matador berhasil meraih medali emas Olimpiade 2024, tak lama setelah juara Euro 2024. Ajang empat tahunan seperti ini jelas punya bobot lebih besar dari kompetisi reguler.
Di sisi lain, sebagai sebuah klub besar, Real seharusnya bisa ikut mengedukasi pecinta sepak bola. Biar bagaimanapun, sepak bola  bukan hanya soal gol atau assist. Ada aspek lain yang juga tak kalah penting dan menentukan, meski tak selalu terlihat di permukaan.Â
Sebelum Modric, mereka juga sudah pernah melakukan itu kala Fabio Cannavaro (Italia) meraih Ballon D'Or 2006. Meski berposisi sebagai bek dan tak membuat gol maupun assist, perannya saat memimpin Timnas Italia juara Piala Dunia 2006 begitu krusial.Â
Uniknya, Barcelona yang kala itu mengawinkan gelar Liga Champions dan La Liga Spanyol lewat performa inspiratif Ronaldinho dan Samuel Eto'o tetap menerima saja, saat keduanya gagal masuk podium.Â