Ballon D'Or 2024 telah memunculkan nama Rodri sebagai pemenang. Gelandang Manchester City ini mengungguli Jude Bellingham dan Vinicius yang bersinar terang bersama Real Madridsepanjang musim 2023-2024.
Meski hanya meraih gelar Liga Inggris musim 2023-2024, peran integral di tim nasional selama Euro 2024 menjadi nilai plus. Selain membawa Spanyol juara Eropa, UEFA juga menobatkan dirinya sebagai pemain terbaik turnamen.Â
Boleh dibilang, selain prestasi secara kolektif, ada dampak individu yang terbukti signifikan buat tim. Meski bukan berupa gol atau assist, kontribusi tetaplah kontribusi.
Real Madrid boleh saja merasa Vinicius dan Bellingham lebih layak. Kalau perlu, Kylian Mbappe juga bisa ikut masuk podium. Masalahnya, meski sama-sama moncer di klub, tiga pemain ini sama-sama melempem di tim nasional.Â
Mbappe terganggu masalah cedera hidung dan strategi sepak bola negatif di Prancis, Bellingham juga kesulitan berkembang maksimal di Timnas Inggris selama Euro 2024, dan Vinicius gagal total di Copa America 2024 bersama Timnas Brasil.
Berhubung tahun 2024 juga menampilkan turnamen antarnegara seperti Euro dan Copa America, jelas ada penilaian berbeda dari biasanya. Jadi, sekalipun Real Madrid juara La Liga dan Liga Champions, itu bukan satu-satunya parameter mutlak.Â
Lagipula, situasi seperti Rodri juga pernah terjadi di Real Madrid, ketika Luka Modric meraih Ballon D'Or 2018. Meski tidak meraih gelar juara Piala Dunia, pemain Kroasia itu mampu meraih Bola Emas, karena menginspirasi negaranya lolos ke final Piala Dunia 2018.
Di klub, Modric juga membantu El Real juara Liga Champions, meski tidak mencetak banyak gol seperti Cristiano Ronaldo. Tapi, tak ada yang protes apalagi memboikot penghargaan, seperti yang dilakukan Los Blancos di edisi kali ini.Â
Sepintas, aksi boikot ini terlihat seperti sebuah kekecewaan yang bisa dimengerti, karena mereka mengawinkan gelar Liga Spanyol dan Liga Champions musim 2023-2024. Atas prestasi ini juga, pelatih Carlo Ancelotti mendapat penghargaan Pelatih Terbaik.
Tapi, aksi boikot Si Putih justru menunjukkan sisi kekanakan mereka. Tim ini memang superior, tapi bukan berarti performa di level antarnegara atau liga top Eropa lain tak masuk hitungan. Andai tak ada kompetisi antarnegara, podium Ballon D'Or pasti sudah "dikuasai" para pemain Los Merengues.
Situasi "sapu bersih podium" ini kebetulan muncul di kategori sepak bola wanita, dengan Aitana Bonmati (Spanyol), Caroline Graham Hansen (Norwegia), dan Salma Paralluelo (Spanyol) menguasai peringkat tiga besar.Â
Trio pemain Barcelona Femeni ini menyapu bersih podium, seturut keberhasilan tim sepak bola wanita Barcelona meraih Treble Winner.Â
Parameter ini menjadi valid, karena sepak bola wanita hanya menggelar Olimpiade di tahun 2024, dengan Spanyol yang turut diperkuat Bonmati dan Paralluelo menembus babak semifinal.Â
Kalau Real Madrid "ngambek" karena ini, rasanya kurang pantas. Apalagi, sebagai klub asal Spanyol, mereka seharusnya tidak menepikan fakta, soal bagaimana performa Timnas Spanyol di Euro dan Olimpiade 2024.Â
Seperti diketahui, Tim Matador berhasil meraih medali emas Olimpiade 2024, tak lama setelah juara Euro 2024. Ajang empat tahunan seperti ini jelas punya bobot lebih besar dari kompetisi reguler.
Di sisi lain, sebagai sebuah klub besar, Real seharusnya bisa ikut mengedukasi pecinta sepak bola. Biar bagaimanapun, sepak bola  bukan hanya soal gol atau assist. Ada aspek lain yang juga tak kalah penting dan menentukan, meski tak selalu terlihat di permukaan.Â
Sebelum Modric, mereka juga sudah pernah melakukan itu kala Fabio Cannavaro (Italia) meraih Ballon D'Or 2006. Meski berposisi sebagai bek dan tak membuat gol maupun assist, perannya saat memimpin Timnas Italia juara Piala Dunia 2006 begitu krusial.Â
Uniknya, Barcelona yang kala itu mengawinkan gelar Liga Champions dan La Liga Spanyol lewat performa inspiratif Ronaldinho dan Samuel Eto'o tetap menerima saja, saat keduanya gagal masuk podium.Â
Maklum, meski moncer di klub, Dinho kurang bersinar di Piala Dunia 2006, dengan Timnas Brasil tersingkir di perempatfinal. Eto'o bahkan harus puas jadi penonton, karena Timnas Kamerun gagal lolos kualifikasi.
Jadi, aneh jika klub ibukota Spanyol itu malah mengingkari teladan mereka sendiri, hanya demi satu gengsi dan kebanggaan "sapu bersih podium" Ballon D'Or. Apa yang dilakukan rival bebuyutan Barcelona ini justru rawan menjadi contoh buruk di masa depan, karena seolah "menegaskan", praktik standar ganda itu halal dilakukan.Â
Ironis.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H