Pada gilirannya, potensi lokal yang ada tidak hanya menjadi objek "warisan" untuk dilestarikan, tapi juga berkembang menjadi satu potensi dengan nilai jual.
Satu hal yang cukup menarik dari pemaparan Menparekraf, beliau menyebut, pariwisata berkelanjutan juga punya sifat inklusif. Ada kesempatan secara untuk semuanya yang terus diupayakan.
Dengan potensi sebesar ini, wajar jika Kemenparekraf banyak menghadirkan desa wisata, seperti di Desa Wisata Pulesari, yang secara geografis berada di kawasan lereng Gunung Merapi, dan merupakan salah satu daerah sentra produksi buah salak.
Jika ide ini bisa dieksekusi optimal, pariwisata berkelanjutan akan menjadi satu instrumen penting dalam pembangunan nasional. Semakin banyak Desa Wisata yang optimal, semakin besar pemerataan bisa diwujudkan. Fungsi utama pariwisata, yakni konservasi dan edukasi pun bisa berjalan seperti seharusnya.
Hanya saja, berhubung kebijakan di Indonesia kadang dipengaruhi oleh sosok pemimpin, fenomena "ganti pemimpin, ganti kebijakan, ganti program" menjadi satu titik rawan yang perlu diantisipasi.
Jangan sampai, kebijakan yang ada hanya jadi satu siklus program, yang akan dimulai lagi dari nol (bahkan minus) saat periode baru, karena bongkar pasang berkelanjutan tak akan menghasilkan satu keberlanjutan.
Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya