Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Paradoks Sepak Bola Era Industri

11 Juli 2024   06:52 Diperbarui: 12 Juli 2024   08:37 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelum akhirnya dialami konsumen, masalah kenaikan harga yang konstan ini menjadi satu alasan, kenapa tayangan liga-liga top Eropa di TV swasta nasional semakin jarang.

Sebagai perbandingan, antara 15-20 tahun terakhir, "nonton bola semalam suntuk" di TV terestrial masih bisa dilakukan, karena harga hak siarnya masih dalam jangkauan.

Setelah periode itu lewat, jumlah pertandingan yang disiarkan TV swasta nasional sangat terbatas, terutama pada kompetisi Liga Inggris. Pertandingan yang masih bisa dinikmati secara gratis kebanyakan datang dari duel antartim gurem.

Itupun masih dengan catatan, sinyal frekuensi siaran tidak diacak sistem. Seperti diketahui, sejak mekarnya era TV digital, ini kerap jadi masalah.

Akibatnya, untuk bisa nyaman menonton pertandingan sepak bola di TV digital, membeli paket siaran streaming berbayar menjadi satu-satunya pilihan aman. Disadari atau tidak, sistem yang ada seperti sudah didesain untuk mengarahkan konsumen "wajib" ke sana.

Memang, ini adalah satu konsekuensi dari industrialisasi sepak bola, olahraga dan media secara umum. Ada keuntungan yang harus dikejar, meski akhirnya harus mengorbankan daya beli masyarakat, dalam hal ini penonton.

Masalahnya, dengan kualitas tontonan yang cenderung stagnan, bahkan menurun, kenaikan harga layanan streaming berbayar (plus pajak) yang makin ke sini makin di luar jangkauan, justru membuatnya kurang layak dinikmati.

Kalau angka kenaikan harganya tidak drastis, itu masih bisa dimengerti. Tapi, kalau harganya naik terlalu banyak, bahkan sampai menembus angka jutaan rupiah, dengan kinerja kurang optimal, mohon maaf. Lupakan saja.

Masih banyak hal yang lebih layak diprioritaskan, daripada melayani pelaku bisnis yang main "aji mumpung" dan menikmati pertandingan yang kualitasnya cenderung menurun tapi harganya malah meroket

Mungkin, begitulah sistem kapitalisme bekerja. Tapi, berhubung tingkat pendapatan masyarakat cenderung stagnan, kenaikan harga, pajak dan inflasi yang rutin terjadi akan membuat sistem itu jadi blunder fatal, karena daya beli masyarakat yang terus digerus kenaikan harga, akan membuat pangsa pasar semakin terbatas

Industrialisasi sepak bola telah menjadikannya mewah dan bergelimang uang. Tapi, di balik gelimang uang dan gemerlapnya, sepak bola era industri telah berangsur menjadi eksklusif, kaku dan membosankan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun