Judul di atas adalah satu pertanyaan yang muncul, seiring performa jeblok Timnas Kroasia di Euro 2024. Dari dua laga fase grup, Vatreni takluk 0-3 dari Spanyol dan ditahan Albania 2-2.
Untuk ukuran tim yang belum lama meraih medali perunggu Piala Dunia 2022, dan datang ke Jerman sebagai satu tim unggulan, rentetan hasil ini jelas tidak sesuai dengan atribut dan materi tim secara umum.
Tapi, kalau melihat bagaimana performa tim semenanjung Balkan di lapangan hijau, dua hasil minor ini justru mengisyaratkan, mereka sudah "habis". Dengan materi tim tidak jauh berbeda dari tim semifinalis Piala Dunia 2022, tim ini sudah tak lagi sama.
Meski masih dimotori Luka Modric, kreativitas Vatreni terlihat mandek dan lebih mudah diantisipasi.
Pengalaman pemain Real Madrid kelahiran tahun 1985 ini tak lagi banyak membantu, karena level performanya tampak menurun. Alhasil, kualitas serangan tim terlihat melempem.
Terbukti, dari dua gol yang sudah tercipta di Jerman, hanya satu yang dicetak pemain mereka, yakni ketika Andrej Kramaric menjebol gawang Albania.Â
Satu gol lain tercipta dari gol bunuh diri Klaus Gjasula, pemain pengganti Albania, yang ironisnya juga membobol gawang Kroasia di masa injury time.
Memang, masih ada rencana, permainan kolektif dan skema taktik rapi, khas tim Eropa Timur, tapi itu terlihat seperti sebuah strategi catur. Sekali ditemukan titik lemah fatal atau resep kontra strategi ampuh, selesai sudah.
Sedangkan saat Euro 2024, titik lemah fatal anak asuh Zlatko Dalic berada pada lini belakang yang rapuh, dan rawan ditembus, terutama dalam situasi bola silang atau tembakan di dalam kotak penalti. Kelemahan ini tampak terekspos dan mampu dimanfaatkan lawan.
Terbukti, dari lima gol yang bersarang di gawang Dominik Livakovic, kelimanya berasal dari tembakan di dalam area penalti, dengan tiga diantaranya berawal dari skema umpan silang.