Jelas, ada masalah koordinasi lini belakang. Tidak ada lagi Josko Gvardiol yang biasanya tangguh di Manchester City dan Livakovic yang memberi rasa aman di bawah mistar.
Dengan kreativitas yang terlihat kering dan lini belakang sebegitu rapuh, rasanya Kroasia membutuhkan keberuntungan ekstra, untuk bisa sebatas imbang, apalagi menang tipis di laga terakhir melawan tim juara bertahan Italia di laga terakhir.
Seperti diketahui, Italia adalah tim yang biasa bermain cerdik, walau kadang agak nakal. Kecerdikan ini antara lain terlihat, dari performa tim asuhan Luciano Spalletti, ketika menang 2-1 atas Albania.
Meski langsung kebobolan di menit awal, La Nazionale hanya butuh waktu 15 menit untuk membalikkan skor dan mengontrol situasi, sebelum akhirnya mengunci kemenangan.
Kemampuan mengontrol situasi ini belum terlihat lagi, karena saat menghadapi Albania, Luka Modric dkk memang sempat membalikkan skor setelah kebobolan, tapi mereka malah kembali kecolongan jelang pertandingan selesai.
Kalau performa Kroasia tak juga membaik, rasanya Euro 2024 akan jadi satu cerita suram, sekaligus akhir sedih era legendaris sisa-sisa generasi Luka Modric di tim nasional, yang sudah dimulai sejak tahun 2006, segera setelah sukses mencapai final dan semifinal secara berurutan, di dua edisi Piala Dunia terakhir.
Di sisi lain, kalau Kockasti akhirnya harus angkat koper di fase grup Piala Eropa 2024, ini akan memperpanjang rasa penasaran tim di ajang pesta bola Eropa.Â
Seperti diketahui, sejak debut di Euro 1996, prestasi tertinggi tim negara pecahan Yugoslavia ini adalah babak perempat final (edisi 1996 & 2008), dan mereka butuh waktu lebih lama untuk bisa menyamai, apalagi melampauinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H