Tapi, bertanding di babak akhir kualifikasi turnamen sekelas Piala Asia, apalagi Olimpiade dan Piala Dunia tidak hanya membutuhkan keterampilan fisik dan teknik.
Ada tekanan mental begitu besar, yang hanya bisa ditangani jika sudah terbiasa berproses selangkah demi selangkah. Tidak  ada jalan pintas, karena tim yang seluruh pemain nya berisi pemain "abroad" atau diaspora sekalipun tetap butuh waktu untuk berproses dan berprogres, apalagi kalau liganya masih semrawut.
Hal yang sama juga berlaku untuk publik sepak bola nasional secara umum. Kalau masih getol mempersoalkan keputusan wasit dan bukti VAR secara bias, atau mempersoalkan strategi "furbizia" lawan, dan tak mengakui keunggulan lawan secara sportif, jangan berharap banyak. Persaingan di tingkat dunia jauh lebih kejam dan sulit dibanding level Asia.
Bisa?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H