Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Setelah Timnas Indonesia Cetak Sejarah

26 Januari 2024   16:01 Diperbarui: 26 Januari 2024   16:06 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cetak sejarah. Begitulah gambaran sederhana kiprah Timnas Indonesia di Piala Asia 2024. Untuk pertama kalinya sepanjang sejarah, Indonesia mampu lolos ke fase gugur Piala Asia.

Meski kalah 3-1 atas Irak dan Jepang, kemenangan 1-0 atas Vietnam mampu membawa Pratama Arhan dkk lolos ke babak perdelapan final Piala Asia 2024 sebagai satu tim peringkat ketiga terbaik, setelah Cina dan Oman hanya mampu meraih total dua poin.

Segera setelah Kirgistan secara dramatis menahan imbang Oman 1-1 pada Kamis (25/1) kegembiraan menjadi satu warna dominan bagi publik sepak bola nasional.

Banyak yang bersyukur, banyak juga yang memuji-muji Kirgistan, khususnya Joel Kojo yang menjebol gawang Oman, dan kiper Erzhan Tokotaev yang tampil oke di bawah mistar. Alhasil, warganet suporter Indonesia membanjiri akun media sosial Timnas Kirgistan dan Joel Kojo dengan puja-puji, sekaligus mem-follow massal kedua akun media sosial tersebut.

Bahkan, ada yang menyarankan kepada PSSI agar Timnas Indonesia beruji coba dengan Kirgistan, sebagai bentuk "ucapan terima kasih". Secara ranking FIFA, ajakan ini cukup masuk akal, karena per Desember 2023, negara pecahan Uni Soviet ini berada di peringkat 98 dunia.

Tapi, karena Timnas Kirgistan akan ikut berlaga di Piala AFF edisi 2024, ide laga uji coba bisa dikesampingkan dulu. Siapa tahu, Kirgistan berada satu grup dengan Indonesia.

Sepintas, kelolosan ini berbau keberuntungan, karena "ditolong" torehan dua poin Cina dan Oman. Tapi, anggapan ini tidak sepenuhnya benar, karena Tim Garuda pada prosesnya mampu bermain lebih baik dan mengalahkan Vietnam 1-0 di fase grup.

Tanpa kemenangan ini, jika situasi Oman dan Cina tetap sama, Indonesia pasti akan masuk kotak di fase grup. Jadi, keberuntungan Timnas Indonesia berasal dari kesempatan yang dibuka lewat usaha keras tim di lapangan.

Di babak perdelapan final nanti, Tim asuhan Shin Tae-yong akan berhadapan dengan Australia, tim perdelapan finalis Piala Dunia 2022 dan juara Piala Asia 2015. Memang, ada sedikit harapan dan optimisme, karena materi pemain The Socceroos tidak terlalu istimewa, jika dibanding tim unggulan lain.

Dari 26 pemain yang didaftarkan, hanya dua pemain yang profilnya cukup tinggi, yakni kiper Matt Ryan (AZ Alkmaar, Belanda) dan Marco Tilio (Glasgow Celtic, Skotlandia). Keduanya bisa dibilang merupakan bintang utama Tim Kanguru.

Sisanya bermain di klub Liga Belgia, kasta kedua dan ketiga Liga Inggris, kasta kedua Bundesliga Jerman, kompetisi domestik, Liga Jepang, Liga Arab Saudi, Liga Norwegia dan Skotlandia. Cameron Burgess, yang juga ikut bermain di Qatar, juga menjadi rekan setim Elkan Baggott di Ipswich Town, klub kasta kedua Liga Inggris.

Tapi, dengan level kualitas kompetisi yang masih lebih baik dari sebagian besar personel Timnas Indonesia, optimisme itu boleh ditepikan dulu. Daripada bicara soal hasil akhir, bisa memastikan Justin Hubner dkk bermain kompak sebagai sebuah tim jauh lebih penting.

Soal kekompakan, progres positif memang terlihat, dan terbukti membuahkan kemenangan 1-0 atas Vietnam. Dengan kata lain, kekompakan ini menjadi satu faktor kunci Timnas Indonesia bisa lolos fase grup.

Masalahnya, ketika menghadapi lawan yang lebih kuat, tim masih tampak kedodoran. Kekalahan 1-3 dari Irak yang kuat secara fisik, dan Jepang yang kompak dan cerdik menjadi bukti paling kelihatan.

Terlepas dari materi pemain yang mungkin tak semewah Jepang, fakta bahwa Australia berada di peringkat 25 FIFA (per Desember 2023) dan lolos ke babak perdelapan final Piala Dunia 2022 jelas tak boleh dilupakan.

Apalagi, mereka masih dilatih Graham Arnold, pelatih berpengalaman yang melatih Matt Ryan dkk sejak tahun 2018. Sebelumnya, eks pemain Timnas Australia ini juga pernah bertugas sebagai asisten pelatih Timnas Australia dan pelatih Timnas U-23.

Ini adalah lawan kuat lain yang sudah menunggu. Jika tim bisa bermain kompak, dengan belajar dari pertandingan melawan Irak dan Jepang, harapan itu masih ada.

Uniknya, pemenang dari laga ini akan bertemu Arab Saudi atau Korea Selatan. Akan jadi momen unik andai Indonesia bisa lolos dan bertemu Korea Selatan di babak berikutnya.

Setidaknya, kalaupun tak lolos ke babak perempat final, Timnas Indonesia mampu memberi perlawanan berarti. Lagipula, target lolos dari fase grup yang dipatok PSSI sudah tercapai.

Di sisi lain, karena Indonesia sudah lolos dari fase grup, bahkan dengan rerata umur terendah dan peringkat FIFA terendah (dibanding semua tim di babak gugur) sudah seharusnya PSSI memberikan perpanjangan kontrak buat pelatih Shin Tae-yong, apalagi kalau ternyata Indonesia bisa melangkah lebih jauh.

Ini adalah satu prestasi mayor di tim nasional senior Indonesia, karena terjadi di level benua, yang level kesulitannya jelas lebih tinggi dari Piala AFF. Kalau tak sulit, Malaysia dan Vietnam mungkin bisa lolos juga dari fase grup, seperti Indonesia dan Thailand.

Meski masih belum bisa meraih trofi, kemajuan demi kemajuan terus terlihat, dan inilah yang sebenarnya dibutuhkan Timnas Indonesia. Terlepas dari ribut-ribut soal lokal pride versus naturalisasi atau diaspora, sinergi keduanya toh sudah mampu mencetak prestasi bersejarah di level benua.

Jadi, sebenarnya tak ada yang perlu diributkan. Ada begitu banyak negara di dunia yang punya pemain diaspora atau keturunan, termasuk negara top seperti Argentina, Prancis dan Belanda, tapi suasana tetap adem ayem, karena fokus ada di lapangan hijau.

Biarkan Shin Tae-yong fokus bekerja, karena ia sudah berpengalaman menjadi pemain dan pelatih Timnas Korea Selatan di Piala Dunia. Sebuah kaliber pengalaman yang jelas lebih tinggi dari pelatih lokal manapun di Indonesia.

Malah, pada momen seperti ini, publik sepak bola nasional harus kompak mengkritisi, jika ada pihak yang berani mendompleng, apalagi sampai mempolitisasi kiprah Timnas Indonesia di Qatar. Seperti diketahui, bangsa Indonesia sedang dalam masa pesta demokrasi, yang membuat banyak hal rawan dipolitisasi, termasuk urusan olahraga.

Jangan sampai, sepulang dari Qatar nanti, Timnas Indonesia malah menurun akibat terlalu sering masuk acara televisi. Sebelumnya, ini sudah berkali-kali terjadi dan berdampak negatif.

Bisa?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun