Dari pernikahan ini, mereka dikaruniai seorang putra bernama Sasikirana. Kelak, ia menjadi panglima perang Kerajaan Astina di masa Prabu Parikesit (cucu Arjuna).
Dalam budaya Jawa klasik, momen saat Gatotkaca jatuh cinta ini menjadi inspirasi terciptanya tarian "Gatotkaca Gandrung". Tarian ini diciptakan oleh Mangkunegara V dari Surakarta pada tahun 1881.
Di luar kesan tangguh, maskulin dan kuat yang melekat padanya, Gatotkaca menjadi satu bukti kebenaran pepatah "tiada gading yang tak retak", karena ada saatnya sosok yang sangar bisa ambyar karena jatuh cinta, dan ada saatnya kekuatan bak Superman takluk oleh satu titik lemah.
Kontradiksi ini memang berlawanan dengan citra tokoh Gatotkaca secara "common sense", tapi justru dari sinilah karakternya menjadi utuh dan kuat. Makanya, nama Gatotkaca (dengan segala aliasnya) masih lestari, bahkan dalam budaya populer era kekinian.
Waktu boleh berlalu seperti halnya musim yang rutin berganti, tapi Gatotkaca akan tetap jadi Gatotkaca.Â
#indonesianheritage  #hariwayangnasional
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H