Dalam konteks budaya kekinian, Gatotkaca telah menjadi salah satu karakter asal Indonesia dalam game "Mobile Legends".
Tapi, seperti yin dan yang, pada titik tertentu, kompleksitas karakter ini ternyata menyimpan kontradiksi.
Pada saat baru lahir sebagai Jabang Tetuko, momen "dimatangkan" di Kawah Candradimuka, maju sebagai jagoan para dewa, dengan puncaknya mengalahkan Patih Sekipu dan Kala Pracona, langsung menjadikannya seorang "superhero".
Tapi, momen ini didahului dengan masalah tali pusat, yang baru bisa dipotong menggunakan sarung tombak Kunta Wijayadanu. Meski menambah kekuatan Tetuko, pemotong tali pusat ini kelak juga akan menjadi titik lemah penyebab kematiannya di Perang Bharatayuda.
Tepatnya ketika senjata Kunta Wijayadanu (yang hanya bisa digunakan sekali) dilepas Adipati Karna, dan menembus tubuh Gatotkaca, saat menyatu kembali dengan sarungnya.Â
Dalam pedalangan Jawa secara umum, momen heroik ini hadir dalam lakon "Gatotkaca Gugur", atau yang disebut juga sebagai "Suluhan". Disebut demikian, karena latar waktunya terjadi pada situasi pertempuran di malam hari, seperti pada Mahabharata versi India.
Pada momen kematiannya  Gatotkaca berada dalam posisi seperti Superman dan Batu Kriptonyte. Seorang superhero dengan kekuatan luar biasa, tapi punya satu kelemahan fatal.
Meski jadi satu kehilangan besar buat keluarganya, kematian sang Raja Pringgandani menjadi satu langkah penentu kemenangan Pandawa. Tanpa senjata Kunta, kelak Arjuna dapat mengalahkan Adipati Karna, dalam lakon "Karna Tanding" yang epik.
Diluar kontradiksi seputar kelahiran dan kematiannya, kontradiksi juga mewarnai kehidupannya.
Uniknya, meski kuat dan biasa diandalkan sebagai panglima perang, ternyata ada saat dimana sosok hebat sepertinya, bisa mendadak galau berat, karena jatuh cinta dengan Dewi Pergiwa pada pandangan pertama.
Momen ala Drama Korea ini awalnya terjadi, ketika Gatotkaca menolong si kembar Pergiwa-Pergiwati (putri Arjuna) dari kejaran Kurawa. Kisah cinta ini berakhir di pelaminan, setelah ia menang bersaing dengan Lesmana Mandrakumara (putra Duryudana, sang Kurawa tertua). Sementara itu, Pergiwati menikah dengan Pancawala (putra Yudistira, kakak Bima).