Boleh dibilang, dengan mengadopsi cerita sukses di Edinburgh (dibaca E-din-bra), Yogyakarta sedang berupaya untuk menaikkan level pariwisatanya menjadi kelas dunia dengan orientasi berkelanjutan.
Orientasi berkelanjutan sendiri memang jadi solusi ideal, di tengah mulai munculnya stagnasi pariwisata di Jogja, terutama setelah menjamurnya tren spot wisata "Instagrammable" yang cakupan manfaatnya kurang luas apalagi berkelanjutan dalam jangka panjang.
Menariknya, orientasi berkelanjutan ini ternyata sejalan dengan apa yang saya dan rekan-rekan temui setelahnya di nDalem Benawan, yang merupakan kediaman RM. Kukuh Hertriasning alias Gusti Aning, selaku Dewan Pembina Faircle.
Salah satu produk UMKM yang cukup menarik di sini adalah Teh Hijau dari daerah Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo. Teh ini beraroma harum, dengan sensasi after taste seperti buah-buahan.
UMKM sendiri belakangan menjadi satu potensi ekonomi menarik di Indonesia. Selain karena punya potensi nilai ekonomi besar, ada juga potensi keberlanjutan cukup kuat, sepanjang dikelola dengan benar dan didukung dengan baik, misalnya dalam hal perizinan.
Orientasi berkelanjutan ini menjadi poin kunci, karena bisa melibatkan masyarakat  luas untuk ikut berperan aktif melestarikan warisan historio-kultural, sambil menggarap potensi ekonomi yang ada.
Dari peran aktif inilah, kesejahteraan masyarakat bisa diupayakan menjadi lebih baik. Program kreatif pendukung seperti Desa Wisata pun bisa berjalan optimal, karena pelestarian budaya dan pemberdayaan masyarakat mampu berjalan secara dinamis, tanpa harus kehilangan akar.
Dengan demikian, budaya akan menjadi satu warisan yang tak lekang oleh waktu, dan wisata budaya (sebagai turunannya) bisa dinikmati secara inklusif di era lintas batas ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI