Berangkat dari beberapa kasus ini, wajar jika pemerintah memutuskan untuk merenovasi total Stadion Kanjuruhan. Di luar pertimbangan fungsi dan kondisi, ada juga konteks kearifan lokal (dalam perspektif budaya Indonesia dan metafisika) yang juga jadi pertimbangan jangka panjang.
Dari segi fungsi dan kondisi, renovasi Stadion Kanjuruhan menjadi relevan, karena ada kerusakan fisik bangunan (baik karena imbas tragedi maupun yang sudah ada sebelumnya) yang memang perlu ditangani.
Di luar perkara kerusakan, pembenahan terkait aksesibilitas juga perlu dilakukan, supaya bisa mendukung arus keluar-masuk penonton. Ini menjadi penting, karena sebagus apapun prosedur keamanan dan aturannya, percuma kalau masih terkendala masalah aksesibilitas.
Dalam konteks metafisika dan kearifan lokal, renovasi total Stadion Kanjuruhan berfungsi sebagai  satu cara logis untuk memperbaiki atmosfer bangunan yang rusak akibat tragedi.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita kadang melihat, rumah atau tempat terjadinya peristiwa tragis biasa direnovasi atau dibangun ulang pascakejadian.
Biasanya, ini bertujuan  antara lain untuk menjaga supaya kesan "seram" tidak berubah menjadi "angker" dalam jangka panjang, karena atmosfer bangunan yang rusak biasa membawa rasa kurang nyaman bagi orang yang berkunjung ke sana. Apalagi, kalau muatan energi negatifnya semakin besar akibat terlalu lama dibiarkan terbengkalai.
Selain itu, keputusan pemerintah merenovasi Stadion Kanjuruhan juga berhubungan dengan perawatan bangunan.
Dengan kondisinya yang sudah lama tidak digunakan, dan mengalami momen tragis saat terakhir kali berfungsi penuh, renovasi memang perlu dilakukan, supaya bangunan ini tetap bisa berfungsi penuh.
Jadi, keinginan Aremania untuk menjadikan Stadion Kanjuruhan hanya sebagai museum jelas kurang tepat, karena rawan membuat bangunan terbengkalai, akibat tidak berfungsi dan diurus sebagaimana mestinya. Lagipula, stadion dan museum punya karakter atmosfer yang sama sekali berbeda.
Dalam sejumlah kasus, ada banyak bangunan terbengkalai yang malah berakhir jadi tempat konten uji nyali, bahkan praktek supranatural. Tentu saja, ini kurang etis, khususnya bagi korban tragedi, karena mereka juga tetap harus dihormati dan didoakan, bukan malah disalahgunakan.
Aremania boleh saja berdalih, Stadion Kanjuruhan yang dijadikan museum adalah satu pengingat untuk Tragedi Kanjuruhan dan segala keruwetan di dalamnya.