Berakhir di babak semifinal. Begitulah kiprah Timnas Indonesia di Piala AFF 2022, setelah kalah agregat 0-2 dari Vietnam, Senin (9/1).
Secara permainan, pertandingan ini sebenarnya berjalan seimbang. Jordi Amat dkk bahkan mampu memegang penguasaan bola lebih banyak di Hanoi, tidak seperti di leg pertama.
Tapi, kecerdikan Tim Bintang Emas benar-benar jadi pembeda. Selain strategi provokasi dan bermain keras, mereka juga mampu memanfaatkan kelemahan lawan dengan sempurna. Dalam hal ini, konsentrasi di menit-menit awal.
Terbukti, gol-gol yang tercipta datang di menit-menit awal kedua babak. Situasinya pun kurang lebih mirip: Nguyen Tien Linh mencetak gol setelah memanfaatkan assist Do Hung Dung. Satu kombinasi "password" yang terbukti sukses menjebol menjebol gawang Nadeo Argawinata sampai dua kali.
Jadi, meski secara permainan Tim Garuda mampu tampil lebih baik dari leg pertama, Vietnam lah yang mengontrol situasi. Jadi, ketika Timnas Indonesia menambah daya gedor dan menaikkan intensitas serangan, itu masih bisa ditangani.
Ditambah lagi, anak asuh Park Hang Seo punya catatan belum pernah kebobolan di Piala AFF 2022. Sebuah performa yang layak untuk tim yang mampu melaju ke final dan menjadi salah satu tim unggulan.
Di sisi lain, kekalahan anak asuh Shin Tae-yong sebenarnya tidak mengejutkan. Sejak persiapan saja, tim ini sudah serba tidak ideal.
Memang, ada program pelatnas jangka panjang, tapi tak ada satupun pertandingan ujicoba resmi internasional. Alhasil, kita banyak melihat, masih ada eksperimen taktik, khususnya di lini depan. Padahal, ini seharusnya dilakukan di pertandingan ujicoba, bukan saat turnamen berlangsung.
Soal kondisi pemain yang dipilih, umumnya mereka relatif bebas cedera. Masalahnya, banyak dari mereka, terutama yang bermain di dalam negeri, tidak berada dalam kondisi kebugaran ideal.
Seperti diketahui, sebelum Piala AFF 2022 bergulir, kompetisi liga Indonesia sempat libur dua bulan akibat Tragedi Kanjuruhan. Liburnya kompetisi karena pertimbangan darurat ini membuat semua jadwal dan program latihan yang sudah ada jadi kacau.
Ketika kompetisi kembali bergulir, jadwal yang ada langsung padat selama dua minggu. Ini jelas membebani fisik dan mental para pemain, karena mereka dipaksa kembali "panas" secepat mungkin.
Mereka ini atlet yang terbiasa menjalani program latihan dan jadwal bertanding rutin, tapi malah diperlakukan seperti telur rebus yang harus matang dalam tiga menit.
Belum lagi, ketika narasi soal juara kembali  berdengung. Ini benar-benar menjadi beban berat buat tim.
Dalam kondisi amburadul seperti itu, target juara dalam balutan prediksi rasa ekspektasi jelas tak adil. Seperti memaksakan ponsel Android lawas bermemori terbatas untuk menyimpan begitu banyak data. Tidak korslet saja bagus.
Makanya, dalam beberapa kesempatan, saya tanpa ragu menulis, lolos fase grup saja sudah bagus buat Timnas Indonesia. Selebihnya bonus.
Ketika itu akhirnya terjadi di Vietnam, saya justru tidak melihat itu sebagai satu kegagalan, karena memang itu kapasitas aktualnya.
Di saat Vietnam bersama Thailand mulai berani bermimpi di level Asia, dan Malaysia mulai berkembang bersama Kim Pan Gon, disitulah posisi terkini sepak bola nasional.
Kita tidak bisa lagi beralibi soal potensi besar dan animo suporter, karena potensi itu tak pernah digarap, dan oknum suporter anarkis masih belum bisa ditertibkan.
Sudah bukan saatnya lagi PSSI dan pihak-pihak terkait membonceng animo tinggi suporter dan menyalahkan pelatih.
Masalah terbesarnya ada pada inkompetensi mereka sejak lama. Tragedi Kanjuruhan yang sudah tercatat sebagai tragedi stadion terburuk di Indonesia dan terburuk kedua di dunia, seharusnya sudah jadi contoh sangat valid.
Karena kerusakan yang ada sudah sangat parah, pelatih sekaliber Pep Guardiola, Carlo Ancelotti dan Jose Mourinho sekalipun akan terlihat tidak lebih baik dari pelatih kelas tarkam saat melatih Timnas Indonesia.
Sehebat apapun pelatihnya, selama sistem dan ekosistemnya masih jeblok, percuma. Mereka hanya bisa dilihat dan dinikmati aksinya, tapi bukan untuk diharapkan.
Karena, tim nasional yang bisa menanggung harapan besar adalah tim yang mau berproses dan berprogres sesuai dinamika yang ada. Jika tidak, satu-satunya yang bisa kita nikmati dengan rasa bangga, hanya momen saat lagu kebangsaan "Indonesia Raya" berkumandang jelang kick off.
Selebihnya, ah sudahlah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI