Jika hasil investigasi nantinya terbukti memberatkan Arema FC selaku tim tuan rumah, PSSI tak perlu ragu-ragu untuk memberikan sanksi lebih berat, karena insiden ini sudah memakan korban jiwa sampai ratusan orang.
Tragedi Kanjuruhan bahkan jauh lebih mengerikan dari tragedi Heysel (1985) yang memakan korban 39 nyawa dan membuat klub Liga Inggris dilarang tampil di kompetisi antarklub Eropa selama 5 tahun.
Tapi, supaya langkah ini lebih efektif, seharusnya ada perubahan dan perbaikan lebih serius, karena masalah kekisruhan suporter sejatinya sudah terjadi berulang-ulang.
Untuk beberapa waktu ke depan, sebaiknya pihak aparat melarang suporter menonton langsung di stadion, setidaknya sampai semua aspek sudah benar-benar diperbaiki. Larangan ini bisa jadi opsi masuk akal, karena berkaitan dengan keadaan darurat dan keamanan bersama.
Mulai dari pengaturan kapasitas stadion sampai jam kick off, semua harus benar-benar mempertimbangkan faktor keamanan dan kenyamanan bersama. Bukan demi mengejar rating televisi atau uang semata, yang terbukti memakan banyak korban di Malang.
Kalau tidak, kesadaran yang hadir bersama penyesalan dan kesedihan akibat tragedi di Stadion Kanjuruhan akan surut setelah beberapa saat, seperti yang sudah-sudah. Setiap ada kejadian, tagarnya viral di media sosial, tapi tenggelam setelah tidak lagi hangat dibicarakan.
Bagi sebagian pecinta sepak bola, bisa menonton langsung aksi tim kesayangan di stadion adalah satu kebanggaan, tapi tidak ada yang bisa dibanggakan dari itu, jika nyawa jadi taruhan.
Berhubung tragedi di Stadion Kanjuruhan sudah memakan banyak korban, kita juga harus bersiap, kalau ternyata FIFA dan AFC menjatuhkan sanksi berat buat PSSI. Inilah akibat yang harus ditanggung, dari tata kelola yang masih bobrok.
Sepak bola memang jadi satu olahraga yang dicintai di Indonesia. Meski tergolong kering prestasi, rasa cinta itu ternyata tetap ada. Tapi, jika tata kelola dan pola pikir yang ada masih bobrok, ia tak lebih dari satu ancaman gangguan keamanan masyarakat.
Selama tim tamu masih naik kendaraan taktis saat bertanding di kandang rival bebuyutan, selama itu juga sepak bola nasional masih belum baik-baik saja. Ini memang unik dan langka, tapi sangat mengkhawatirkan.
Mau sampai kapan begini terus?