Maklum, suntikan dana yang ada sudah habis dibakar, tidak ada yang diputar untuk menghasilkan profit, karena belum ada pikiran sampai ke sana. Tidak ada sumber dana lain yang bisa diandalkan.
Selagi para petinggi usaha rintisan ini masih bisa "healing" kemana-mana, ada banyak orang yang dibuat sakit kepala karena kena PHK. Apalagi, kalau PHK itu diinfokan secara mendadak.
Makanya, kita melihat, ada PHK massal seperti yang belakangan ini jadi berita. Padahal, PHK massal juga menghasilkan pengeluaran besar untuk kompensasi, kecuali jika perusahaan itu kurang bertanggung jawab.
Strategi "penghematan" lain yang belakangan biasa digunakan adalah, memberi tugas rangkap kepada karyawan tersisa, dengan gaji seperti biasa. Tidak ada peningkatan upah, sekalipun tugasnya bertambah. Malah, kalau bisa dipotong sekalian.
Kalaupun butuh tenaga kerja tambahan, sifatnya magang. Otomatis, upahnya pun sesuai standar pekerja magang, tapi beban kerjanya mirip pekerja tetap. Kualifikasinya pun ada yang mirip pegawai tetap.
Beberapa waktu lalu, sempat ada usaha rintisan di Indonesia yang mempekerjakan tenaga magang dengan sistem seperti ini. Pihak berwenang baru ambil tindakan, setelah warganet memviralkan.
Memang, atas nama "berhemat" langkah ekstrem biasa diambil. Tapi, menerapkan sistem ala "kerja rodi" seperti ini jelas sebuah kemunduran berpikir.
Konsepnya mungkin modern, tapi mentalnya justru mengadopsi mentalitas era VOC, kongsi dagang Belanda yang sudah bubar sejak 31 Desember 1799, akibat korupsi dan salah urus, meski diklaim sebagai salah satu perusahaan tersukses sepanjang sejarah.
Strateginya simpel, monopoli perdagangan, politik adu domba, dan kerja rodi (yang kalau perlu) tanpa upah. Sudah pasti cuan.
Dengan situasi yang berkembang saat ini, rasa prihatin jelas ada, karena lagi-lagi hukum rimba berbicara, justru di tempat yang konon menjadi motor pembaruan. Ternyata, masih ada saja pimpinan yang enggan "laku prihatin" di situasi prihatin, demi memastikan semua terlihat baik-baik saja, setidaknya secara retoris.
Padahal, daripada sibuk beretorika dengan bahasa yang tidak membumi, atau bersenang-senang, mereka seharusnya bersiap laku prihatin.