Akibatnya, banyak dari mereka, yang tanpa ragu merelakan harta, pendidikan, bahkan relasinya, hanya demi mengejar ambisi yang sebetulnya absurd.
Saya menyebutnya absurd, karena orang-orang yang digandeng kebanyakan berasal dari latar belakang ekonomi sama atau lebih rendah. Ini seperti mengejar ketidakpastian.
Dalam jangka pendek, semua bisa dicapai dan terlihat mudah, tapi ini hanya awal dari penurunan beruntun. Ada orang yang awalnya punya mobil dan rumah, lalu tak punya apa-apa lagi akibat terus merugi, tapi terlanjur gelap mata.
Mereka terlanjur percaya dengan mimpi itu, bahkan ada yang sampai tega menghina pekerjaan orang lain. Sebuah sikap rendahan yang justru akan jadi bumerang.
Saat pemasukan mulai macet, karena tak ada lagi yang bisa direkrut, selesai sudah. Celakanya, mereka harus ikut bertanggung jawab kepada orang yang sudah direkrut
Mimpi menjadi kaya hanya tinggal mimpi. Alih-alih membaik, kondisinya malah akan semakin buruk. Apalagi, kalau sampai ada yang berani pinjam uang ke pinjaman online, demi "gali lubang tutup jurang".
Jujur saja, hasil dari pola pergerakan money game ini sungguh mengerikan. Kelihatannya ingin menipiskan gap ketimpangan antara golongan atas dan menengah ke bawah, tapi kenyataannya justru memperlebar ketimpangan itu.
Akibatnya, di saat si kaya makin kaya karena fokus pada hal-hal yang sudah pasti, para korban money game ini justru makin susah karena tekor akibat tergiur sesuatu yang serba tidak pasti.
Di satu sisi, para pencetus money game ini memang cerdik. Mereka melihat kecenderungan sebagian orang Indonesia untuk berpikir instan.
Dengan kedok "bisnis" yang terlihat menggiurkan, banyak orang tergoda. Padahal, ini sama saja dengan judi, penuh ketidakpastian dan ilegal.
Mereka yang berada di tingkat atas piramida bisnis ini mungkin tidak  merasakan. Ada yang bisa tetap pamer koleksi barang mewah, bahkan piknik ke luar negeri, tapi tidak dengan yang berada di bawah, khususnya tingkat paling bawah.