Tapi, kalau "orang kaya" ini memang "kaya" betulan, mereka biasanya punya pemikiran jangka panjang, dan cenderung berpikir aman, dengan hasil yang sudah pasti. Kalaupun spekulatif, masih ada perhitungan terukur di sana, jadi semua kerugian bisa diantisipasi.
Mereka akan memutar uang dengan cara lebih wajar. Bisa main saham di bursa efek resmi atau mendepositokan di bank. Bisa juga membeli tanah di lokasi strategis atau logam mulia, yang harganya sudah pasti naik. Simpel.
Perbedaan pandangan ini bisa dimengerti, karena yang satu memang sudah pegang banyak uang, dan yang lainnya mengintip kesempatan mendapat cuan untuk bisa naik kelas secara sosial.
Untuk kelompok yang disebut terakhir, saya melihat, ada yang punya cita-cita bebas finansial di usia muda, ada yang ingin membantu orang tua, dan masih banyak lagi.
Umumnya, mereka punya tujuan baik. Sayang, sarananya kurang tepat, karena masih ilegal. Jika legal, pasti tak akan ditertibkan pemerintah.
Dari segi caranya pun, sebenarnya juga kurang baik, karena banyak mengincar orang, yang tidak seharusnya ikut, seperti pelajar, mahasiswa, atau pekerja kelas menengah ke bawah.
Secara finansial, golongan ini masih tergolong rentan. Tanpa ikut money game saja, mereka masih harus bersusah payah untuk berhemat.
Golongan rentan ini banyak diincar, dengan iming-iming menjadi kaya, karena mendapat pemasukan besar secara mudah dari sebuah "bisnis", dan sedikit "disenggol" harga dirinya.
Dalam hal militansi, golongan satu ini memang luar biasa kalau sudah dipicu. Masalahnya, kalau sudah terlanjur "silau" dengan iming-iming yang diberikan, akal sehat bisa digeser oleh sikap gelap mata.
Militansi mereka semakin menjadi-jadi, karena tempat "rekrutmen" yang digunakan sudah merambah ke tempat-tempat yang tidak seharusnya. Mulai dari sekolah, sampai mimbar tempat ibadah.
Pesona iming-iming menjadi kaya, telah membuat oknum pelaku "bisnis" ini berani bergerak kelewat batas.