Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Kembalinya Mental Mesin Diesel Timnas Jerman

20 Juni 2021   15:10 Diperbarui: 20 Juni 2021   15:19 583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Selebrasi gol pemain Timnas Jerman ke gawang Portugal di pertandingan kedua fase grup Euro 2020 (Tribunnews.com)

Kembalinya mental mesin diesel. Begitulah kesimpulan sederhana, dari penampilan Timnas Jerman, saat membekuk Portugal dengan skor 4-2 di Munich, dalam lanjutan fase grup Euro 2020, Sabtu (19/6).
 
Bermain di kandang sendiri, Tim Panser yang membutuhkan kemenangan, setelah sebelumnya kalah 0-1 dari Prancis langsung menekan pertahanan Seleccao yang dikomandoi Ruben Dias dan kiper berpengalaman Rui Patricio.

Sialnya, tim asuhan Joachim Loew justru lebih dulu kecolongan. Berawal dari sebuah skema serangan balik cepat, Diogo Jota mengirim umpan matang yang diceploskan Cristiano Ronaldo ke gawang Manuel Neuer.

Dalam situasi seperti ini, mental sebuah tim biasanya akan ambruk, dan tim yang sudah unggul akan lebih mudah mengontrol situasi. Tapi, justru disinilah "mesin diesel" Jerman mulai bekerja.

Pelan tapi pasti, Thomas Mueller dkk makin panas, dan menekan habis pertahanan sang juara bertahan, sehingga mereka terus "dipaksa" membuat kesalahan sendiri.

Hasilnya, mereka mampu membalikkan keadaan saat turun minum, berkat sepasang gol bunuh diri, masing-masing dari Ruben Dias dan Raphael Guerreiro.

Situasi ini cukup unik, karena mereka kembali berjumpa dengan gol bunuh diri. Di pertandingan sebelumnya, tim juara dunia empat kali kebobolan lewat gol bunuh diri bek senior Mats Hummels.

Di babak kedua, mesin diesel Der Panzer yang sudah panas makin tak terbendung, setelah Robin Gosens dan Kai Havertz saling mencetak gol dan memberi assist.

Tim asuhan Fernando Santos memang sempat bereaksi, dan mampu memperkecil kedudukan menjadi 4-2, setelah Cristiano Ronaldo gantian memberi assist kepada Diogo Jota.  

Sayang, semua sudah terlambat. Jerman terlanjur nyaman memegang kendali dan situasi, sehingga mampu meraih kemenangan dengan skor 4-2. Skor nyaman untuk sebuah pertandingan yang berlangsung cukup intens.

Melihat jalannya pertandingan, pecinta sepak bola seperti diajak bernostalgia dengan mental "mesin diesel" Jerman, yang juga dikenal sebagai "staying power". Satu kombinasi hebat antara ketangguhan mental dan efektivitas penyelesaian akhir.

Di masa lalu, kombinasi ini terlihat menjengkelkan, karena dipadukan juga dengan pertahanan nan disiplin. Mereka mampu melakukannya dengan sempurna, sekalipun hasil akhirnya membuat pecinta sepak bola patah hati.

Contoh paling epik terjadi di dua final Piala Dunia (1954 dan 1974) plus satu final Piala Eropa (1996). Di tiga final ini, mereka tertinggal lebih dulu, sebelum akhirnya meraih kemenangan.

Di kedua final Piala Dunia tersebut, Jerman sukses mematahkan hati Timnas Hongaria dengan Ferenc Puskas dan The Mighty Magyars-nya, beserta Timnas Belanda dengan Johan Cruyff dan Total Football-nya.

Sementara itu, di final Piala Eropa, juara Eropa tiga kali mampu meredam kejutan Kereta Cepat Timnas Republik Ceko yang dimotori Pavel Nedved. Sebuah rekam jejak istimewa yang sulit dicari bandingannya.

Pengalaman dan ketangguhan mereka di turnamen mayor, memang tak diragukan lagi. Jadi, wajar jika Timnas Jerman kerap disebut punya "mental turnamen" bak mesin diesel: lambat panas, tapi sekali sudah panas, susah dibendung.

Hanya saja, penampilan melawan Portugal menyajikan versi lain dari mental "mesin diesel" tersebut. Mereka tak lagi sebatas bertumpu pada serangan balik cepat, tapi langsung menyerang sejak awal.

Saat tertinggal, mereka justru mampu memaksa lawan membuat kesalahan sendiri, dan tetap mengontrol permainan. Dengan kreativitas lini serang yang oke, serangan justru mampu mereka jadikan sebagai pertahanan terbaik.

Jerman mampu bermain dinamis dan lebih kejam, sehingga menyajikan permainan yang enak ditonton. Mereka seperti mobil balap dengan mesin diesel versi modern.

 Jika tidak mengalami antiklimaks saat menghadapi Hongaria di partai penentuan, rasanya laju mereka akan sulit dibendung. Mungkin, inilah alasan mengapa tim ini tetap jadi salah satu unggulan Euro 2020, meski tampil berantakan di Piala Dunia 2018 lalu.

Mampukah Jerman menjaga momentum?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun