Kembalinya mental mesin diesel. Begitulah kesimpulan sederhana, dari penampilan Timnas Jerman, saat membekuk Portugal dengan skor 4-2 di Munich, dalam lanjutan fase grup Euro 2020, Sabtu (19/6).
Â
Bermain di kandang sendiri, Tim Panser yang membutuhkan kemenangan, setelah sebelumnya kalah 0-1 dari Prancis langsung menekan pertahanan Seleccao yang dikomandoi Ruben Dias dan kiper berpengalaman Rui Patricio.
Sialnya, tim asuhan Joachim Loew justru lebih dulu kecolongan. Berawal dari sebuah skema serangan balik cepat, Diogo Jota mengirim umpan matang yang diceploskan Cristiano Ronaldo ke gawang Manuel Neuer.
Dalam situasi seperti ini, mental sebuah tim biasanya akan ambruk, dan tim yang sudah unggul akan lebih mudah mengontrol situasi. Tapi, justru disinilah "mesin diesel" Jerman mulai bekerja.
Pelan tapi pasti, Thomas Mueller dkk makin panas, dan menekan habis pertahanan sang juara bertahan, sehingga mereka terus "dipaksa" membuat kesalahan sendiri.
Hasilnya, mereka mampu membalikkan keadaan saat turun minum, berkat sepasang gol bunuh diri, masing-masing dari Ruben Dias dan Raphael Guerreiro.
Situasi ini cukup unik, karena mereka kembali berjumpa dengan gol bunuh diri. Di pertandingan sebelumnya, tim juara dunia empat kali kebobolan lewat gol bunuh diri bek senior Mats Hummels.
Di babak kedua, mesin diesel Der Panzer yang sudah panas makin tak terbendung, setelah Robin Gosens dan Kai Havertz saling mencetak gol dan memberi assist.
Tim asuhan Fernando Santos memang sempat bereaksi, dan mampu memperkecil kedudukan menjadi 4-2, setelah Cristiano Ronaldo gantian memberi assist kepada Diogo Jota. Â
Sayang, semua sudah terlambat. Jerman terlanjur nyaman memegang kendali dan situasi, sehingga mampu meraih kemenangan dengan skor 4-2. Skor nyaman untuk sebuah pertandingan yang berlangsung cukup intens.
Melihat jalannya pertandingan, pecinta sepak bola seperti diajak bernostalgia dengan mental "mesin diesel" Jerman, yang juga dikenal sebagai "staying power". Satu kombinasi hebat antara ketangguhan mental dan efektivitas penyelesaian akhir.
Di masa lalu, kombinasi ini terlihat menjengkelkan, karena dipadukan juga dengan pertahanan nan disiplin. Mereka mampu melakukannya dengan sempurna, sekalipun hasil akhirnya membuat pecinta sepak bola patah hati.