Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Satu Tahun

2 Februari 2020   15:18 Diperbarui: 2 Februari 2020   15:34 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Istockphoto.com

Reaksi sebaliknya justru kudapat dari keluarga besar, teman-teman di gereja dan komunitas. Meski tak rutin bertemu, mereka selalu menanyakan keadaanku, terutama jika sedang berhalangan. Kami tak hapal nama, atau informasi personal masing-masing, tapi kami bisa saling mengerti, berbagi isi hati, dan punya kedekatan layaknya keluarga, tanpa pernah menyebut diri "keluarga". Ironis sekali.

Meski terasa menjengkelkan, paradoks ini menjadi sebuah sinergi, yang setia menemaniku di Ibukota. Sinergi paradoksal ini membantuku membedakan mana kehidupan "di rumah", dan "di tempat kerja".

Berkatnya, aku bisa mengatur, kapan harus memikirkan dan fokus pada pekerjaan, dan kapan harus melupakannya. Ini bukan semata soal seberapa besar dedikasi pada pekerjaan, tapi seberapa bijak kita mengatur waktu yang sudah diberikanNya.

Karena, dedikasi tanpa kesadaran hati hanyalah sebuah kekonyolan. Andai seseorang sampai ambruk dan tak bisa bekerja lagi akibat terlalu "berdedikasi", kantor tak akan merasa kehilangan. Masih ada segudang pengganti yang siap mengantri di luar sana.

Seiring berjalannya waktu, paradoks ini juga membuatku sadar, "rumah" bukan hanya soal "tempat tinggal", ia adalah tempat rindu setia memanggil pulang, dimana hati dan rasa nyaman selalu mendapat tempat layak untuk bernaung, meski hanya sebentar.

Satu lagi, " tempat kerja" bukanlah "rumah", mereka adalah dua alam berbeda. Meski sekarang ini era lintas batas, bukan berarti kita boleh kelewat batas, dan lupa jadi manusia. Semodern apapun zamannya, manusia tetap manusia, dengan segala keterbatasannya.

Memang, ini masih tahun pertamaku di Ibukota, sudah banyak hal baik dan buruk terjadi. Satu-satunya yang membuatku ingat, ini hari peringatan tahun pertamaku di Ibukota, hanya sebuah pesan dari Mama yang berkata;

"Sudah setahun ya...."

Kini, saatnya aku menapak tahun kedua di kota ini, dengan tetap menatap lurus ke depan, seperti kata lirik lagu "Aku Melangkah Lagi"

Aku melangkah lagi
Lewat jalanan sepi
Perlahan tapi pasti
Mengikuti ayun melodi
Langkah silih berganti
Melalui hari yang sunyi
Aku melangkah lagi dengan pasti

Langkah semakin cepat
Kar'na citaku semakin dekap
Hasrat kini terungkap
Dalam kata-kata yang terucap
Waktu terus melaju
Seirama alunan lagu
Aku melangkah lagi dengan pasti!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun